Selasa, 29 Januari 2008

SEMUA KEHENDAK TUHAN

SEMUA KEHENDAK TUHAN
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Jumat 11 Mei 2007)

Musibah yang dating secara bertubi-tubi telah mengusik hati nuri anak-anak di negeri ini untuk peduli terhadap korban bencana. Bantuan demi bantuan terus mengalir deras seiring dengan banyaknya karban jiwa dan harta.

Merka termotifasi atas rasa keharuan dan prihatian terhadap saudara dan karib kerabat yang mungkin kini sedang kelaparan akibat tidak ada pasokaan makanana, kedinginnan karena harus tudur di luar rumah atau sedang meringisa kesakitana di posko-posko bencana dan rumah sakit. Ada sebuah kekhawtiran, bahwa bias saja kejadian ini menimpa diri kita, musibah itu pasti akan dating juga kepada kita. Memang musibah merupakan hal yang unik. Dia datang tidak memberi tahu. Datang ketika kita sedang tertidur pulas atau kita sedang santai-santai menikmati enaknya dunia ini.

Bagi sikorban bencana ini menimbulkan trouma yang mendalam. Mereka tidak menyangka kenapa bencana harus menimpa. Padahal tidak ada tanda-tanda atau firasat terlebih dahulu. Orang-orang kita terdahulu selalu menghubung-hubungkan sesuatu kejadian dengan yang lainyan, hiasanya dengan binatang. Misalnya, bila cicak berbunyi di dinding menandakan kebenmara dari cerita yang kita samapikan. Atau kucing yang berdiri di depan pintu sedang membasuh mukanya, pertanda ada tamu yang akan dating. Mungkin saja, ketika bencana itu terjadi kita tidak meraskan tanda-tanda tersebut. Namun kata sebagian orang tidak mungkin bencana bias dihubung-hubungkan dengan yang lain. Semua adalah kehendak tuhan.

Ya, musibah memang sudah berulang kali dating dan tidak henti-hentinya. Pembicaraan kita tiap hari lebih banyak mengenai musibah ini. Media cetak dan elektronik selalu menjadikan bencana sebagai head line dalam pemberitaannya. Masyarakat telah menjadikan media sebagai sebuah kebutuhan penting di samaping kebutuhan lainya. Setiap bangun pagi yang kita cari selalu Koran atau televise untu melihat perkembangna musibah terbaru. Alat perhunbungan yang ada di datar, udara, dan laut sudah pernah mengalami kecelakaan. Pesawat terbang terbakar, mendatangkan banyak korban jiwa dan harta. Begiitu juga kapal laut yang terbakar, kemudioan kecelakaan-kecelakaan di datar sepert bus dan kerta apai yang tidak henti-hentinya. Sepertinya tuhan tidak lagi memberikan ruang gerak untuk menghindar. Kita sudah dikepung dari berbagai arah. Pertanda apa ini? Mengapa tuhan begitu marahnya kepada kita, perbutan salah seperti apa yang telah dibuat oleh penghuni bimi ini. Jawabnya ada di kepala kita masing-masing.

Sumatera barat yang terkenal dengan keelokan alamnya, harus luluh lantak dihantam gempa. Korban telah banyak berjatuhan kerugian harta benda tidak dapat dihitung lagi. Air mata tidak dapat dibendung lagi. Ada anak kehilangan orang tuanya, suami kehilangan istrinya dan sebalikya kebingungan pekerjaanya sampai banyak yang kehilangan harapan hidup. Gempa bumi kerkekuatan 6,2 SR ini sebelunyan juga telah didahulu dengan terbakarnya istano pagaruyung, peninggalan paling bersejarah bagi orang minang. Tempat pemberian gelar kehormata kepada pejabat dan tokoh negeri ini. Berbagai polemic telah muncul tentang pembangunan istano tersebut. Komentar-komentar dating silih berganti bagi yang suka maupun tidak menurut informasi yang saya dengar, ketika istano itu meletu hujan tidak begitui deras hanya gerimis yang turun, petir tidak terlalu sering menyambar. Ada yang aneh memang, kenapa petir itu hanya menyabar istano itu saja padahal banyak juga gedung-gedung alain yang lebih tinggi dri istano trsebut. Kalau di sisi teknologi tidak mungkin saja terdadi, penangkal petirnya saja dari BATAN, sebuah badan yang telah dipercayai ampuh di Indonesia.

Di sini kita bias melihat bahewa kehebatan manusia tidak ada apa-apanya dengan kekuatan Tuhan. Walau pun telah dihasilkan berbagai teknolagi canggih namun belum mampu menahan kekutan Tuhan. Maka dari itu, sebaia mahkluk tuhan yang lemah sangat perlu menyadari eksistensi tuhan dalam kehidupoan kita. Gempa yang terjadi kemaren hanya beberpa detik saja namun telah meluluh lantakkan negeri ranah Minang ini. Coba kita bayangkan bila itu terjadi dalam waktu yang lama mungkin saja tidak ada lagi manusi yang hidup semua meninggal karena ketakutan dan kecemasa. Semoga bencana tidaka terjadi lagi.

Tidak ada komentar: