Selasa, 29 Januari 2008

BERSAMA MENGINTAI MALING

BERSAMA MENINTAI MALING
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Selasa, 17 April 2007)



Kesibukan yang begitu tinggi di masyarakat kita hari ini, seakan telah melupakan kebiasaan-kebiasaan yang selama ini sudah melembaga di masyarakat. Misalnya saja meluangkan waktu melakukan penjagaan terhadap lingkungan sekitar rumah tempat tinggal. Seharusnya menjaga keamanaan lingkungan dari para penjahat atau maling merupakan tugas dan tanggung jawab bersana. Namun seringkali terjadi dicap acuh dan tidak peduli dengan lingkungan bersama. Kita baru menyadari betapa pentingnya kebersamaan dalam menjaga lingkungan setelah kita sendiri yang menjadi korban kemalingan atau perampokan.

Selama ini kita hanya mengangap remeh persoalan keamanan lingkungan. Kadang kala kita juga merasa cuek dengan lingkungan, tidak mau terlibat dengan kegiatan sosial yang sering kita dengar seperti ronda atau siskamling tidak lagi menjadi sebuah kebutuhan. Sering kali orang menggap remeh ronda atau siskamling. Kondisi seperti ini seringkali terjadi pada daerah perkotaan dimana setiap saat masyarakat disibukan dengan kegiatan kantor perdagangan dan jasa.

Padahal kalau dicermati, kemalingan paling sering kali terjadi di lingkungan kita. Si pemaling itu malah tidak ragu-ragu dalam menjalakan aksinya biadabnya. Kadang-kadang malah sampai membunuh dan melukai korban. Beruntung yang hilang itu hanya barang-barang yang berharga, tetapi kalau nyawa yang melayang akibat sabetan clurit pemaling tadi tentu akan lain ceritanya.

Ada kejadian yang baru-baru ini memimpa teman saya terjadi di daerah jati-padang salah seorang aktifis organisasi kemahasiswaan kehilangan HP. Padahal HP itu sangat penting baginya dalam menjalakan aktivitas sehari-hari. Begitu terpukulnya dia sehingga tidak tau kemana harus mencari gantinya. Kasus-kasus tersebut mungkin sudah banyak terjadi. Tetapi apabila kita tidak waspada dari sekarang maka korban kemalingan akan banyak bertambah. Maka tindakan yang bersifat prefentif harus segera dilakukan. Mari kita bersama mengintai maling.

MAIN BUNUH

MAIN BUNUH
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Senin. 9 April 2007)


Membunuh tidak lagi menjadi sesuatu yang memankutkan. Bunuh membunuh seakan sudah menjadi kebiasaan dalam menyelesaikan masalah. Orang tidak lagi segan dan takut untuk melakukan ini. Kita tentunya heran, kenapa orang begitu nekat menghilangkan nyawa orang lain. Atau dengan membunuh orang lain adalah hasil dari proses didikan yang kita dapatkan selama ini.

Kita begitu miris mendengar seorang anak SMA berumur 16 tahun dibunuh oleh sang pacar berumur 18 tahun dengan sadisnya. Kejadian ini sungguh menyedihkan sakaligus memalukan. Menyedihkan karena yang dibunuh dan membunuh tergolong remaja. Orang yang masih sekolah dan sedang dalam proses menjalankan pendidikan. Tersangka bersama kawannya enteng saja melakukan itu tanpa pikir panjang. Pembunuhan ini terjadi karena tersangka selalu di didesak untuk mempertanggungjawabkan atas apa yang telah dibuatnya. Tersangka kalap mengira tidak separah itu akibat dari perbuatannya. Hubungan percintaan yang dibangun selama ini berakhir tragis. Ternyata si cewek sudah berbadan dua. Malu dan tentu saja panik.

Memalukan karena yang membunuh masih anak SMA. Orang yang tiap hari diajarkan sopan santun dan etika di sekolah. Ternyata si pelaku tidak hanya satu orang tetapi juga dibantu oleh kawannya. Artinya orang berpikiran kejam itu tidak hanya satu orang. Mungkinkah pikiran kotor itu telah merasuki kawan-kawannya atau remaja kita hari ini?

Tentu semua orang tidak percaya dengan kejadian ini. Mana mungkin pembunuhan itu terjadi. Mana mengkin si cewek sudah hamil selana 4 bulan. Rasanya tidak mungkin. Tetapi di daerah ini mungkin saja terjadi. Dan bisa saja kejadian semacam itu sudah banyak terjadi. Yang paling shock tentu saja orang tua si korban. Ternyata selama ini ia telah di kelabui anaknya. Anaknya yang dahulu masih lugu dan nampak penurut ternyata sudah berani berbuat yang tidak sepantasnya dilakukan. Selama ini orang tua korban hanya melihat anaknya normal dan biasa saja. Tidak ada tanda-tanda anaknya akan berbuat senekat itu. Namun apa hendak dikata anak manis dan lugu itu meregang nyawa oleh ulahnya sendiri. Perasaan sedih dan tidak percaya telah menghigapi keluarga korban. Rasa benci bercampur kecewa mungkin akan selalu menghantui pikiran mereka.

Kalau kita sepakat, kasus ini bukan hanya dilihat dari pembunuhannya saja. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah proses pembunuhan itu. Jelas sekali bahwa pembunuhan itu terjadi karena si pelaku tidak mau menerima kehamilan sang pacar. Di sini terjadi tindakan amoral sebelum pembunuhan. Malu rasanya kawin muda. Masih sekolah lagi. Atau mendapatkan isteri yang ternyata “sudah dulu bajak dari pado jawi”. Tetapi yang lebih aneh, si tersangka tidak mau membunuh, ditangkap polisi atau dihukum masyarakat. Tapi itulah kondisi masyarakat kita hari ini. Mau main bunuh saja?

Beberapa bulan lalau masih ingat dalam pikiran kita, seorang orang suami membunuh istri dan mertua dalam proses persidangan. Tidak ada rasa kasihan dan rasa malu. Padahal itu ditonton hampir oleh semua orang. Belum lagi pembunuhan-pembunuhan sadis lainnya. Sebut saja anak membunuh orang tuanya, orang tua membunuh anaknya, atau anak yang belum dilahirkan sudah dibunuh alias digugurkan.

Pertanyaannya kenapa semua itu terjadi? Siapa yang akan disalahkan dalam kasus ini? Si tersangka sudah jelas salah, begitu juga dengan si korban. Namun siapa yang akan bertanggungjawab. Mungkin saja orang tua yang salah karena tidak mendidik anaknya. Atau mungkin guru yang tidak mampu memberikan nilai-nilai kepada si anak. Ataukah orang disekeliling tersangka yang salah. Jawabanya mungkin saja kita bisa salah semua. Maka dari itu, sangat perlu mengevaluasi segala bentuk pendidikan terhadapa anak baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan. Begitu juga dengan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Misalnya orang yang mengajar mereka berbuat tidak seronoh. Sampai mereka melakukan layaknya hubungan suami istri dan juga membunuh. Maka kesigapan kita mengantisipasinya sangat dibutuhkan. Wasalam.

WASPADA TERHADAP TARAUMA GEMPA

WASPADA TERHADAP TARAUMA GEMPA
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Kamis 15 Maret 2007)


Sampai saat ini, berdasarkan perhitungan sementara kerugian akibat gempa bumi yang melanda Provinsi Sumatera Barat sudah mencapai 800 milyar, sebagaimana yang telah disampaikan oleh gubernur Gamawan Fauzi (singgalang 13/03). Daerah yang paling banyak mengalami kerugian sementara adalah Kabupaten Agam yaitu Rp 245 milyar di susul Kota Padang Panjang dan Kabupaten Tanah Datar. Jumlah kerugian ini akan terus bertambah apabila gempa susulan masih saja berlangsung. Ini baru kerugian secara meteril belum lagi kerugian moril yang hampir dialami korban akikar gempa ini.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan HMI-KAHMI Sumatera Barat di beberapa lokasi kejadian. Seperti Koto Baru, Situjuah Batu, dan Sungai Tanang terlihat banyak rumah yang rusak berat dan ringan. Sebagaian dari penghuninya tidur di bawah tenda-tenda darurat yang dibuat seadanya. Wajah cemas masih masih menghatui mereka. Menurut penuturan salah satu keluarga korban, Ayu di sungai tanang, kabupaten agam mereka sudah beberapa hari ini menginap di tenda di samping rumahnya. Tenda ini terbuat dari plastik ditopang oleh beberapa kayu. Di dalam tenda tersebut terlihat susunan barang yang sudah berserakan. Kebanyakan barang-barang tersebut adalah peralatan masak dan peralatan rumah tangga lainya. Barang-barang tersebut rata-rata sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi.

Keadaan rumah ayu ini sangatlah menyedihkan, bagian dinding belakang rumah sudah hancur/roboh. Tiang-tiang penyangga rumah tidak lagi berfungsi dengan baik karena sudah patah. Sebagian tiang rumah ditopang dengan bantuan kayu yang hampir terdapat di semua sisi rumah. Tujuannya agar rumah tersebut tidak roboh sehingga dapat digunakan untuk berteduh sementara.

Namun meraka tidak terlalu menggunakan rumah tersebut, karena takut kalau gempa susulan terjadi. Beban keluarga makin bertambah mengingat Ayu akan menamatkan kuliahnya di Bukittinggi. Ditambah lagi adik-adiknya yang masih duduk di bangku SD dan SMP. Menurutnya mereka sudah beberapa hari ini tidak bersekolah. Guru-guru meliburkan mereka, karena sekolah banyak yang roboh dan retak.

Di sekeliling rumah tersebut masih banyak terdapat rumah yang sama parahnya dengan rumah Ayu. Sebelum sampai ke rumahnya, terdapat mesjid yang retak dan hamper roboh. Mesjid tersebut nampak dibiarkan saja, karena masing-masing orang sibuk dengan nasibnya masing-masing. Masyarakat di nagari ini sangat mengharapkan sekali bantuan dari pemerintah. Terutama pembangunan secepatnya rumah mereka. Di samping itu mereka sangat membutuhkan pasokan makanan seperti beras dan lauk-pauk lainnya, juga tenda yang agak baik. Mereka semua menanti, masihkah ada bantuan untuk mereka. Walaupun posko-posko bantuan sudah ada di perkampungan mereka. Kondisi ini ditambah lagi dengan pertentanga beberapa warga deangan wali nagari, terkait dengan pendistribusian bantuan.

Sekelumit cerita tadi adalah gambaran nyata dari keadaan kondisi korban gempa. Walaupun penyaluran bantuan sudah dilakukan oleh pemerintah provinsi sumatera barat. Namun yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pasokan bahan makanan, tenda-tenda dan pengobatan kesehatan.

Dengan terjadinya musibah ini maka dapat dipastikan anggaran akan banyak tersedot untuk penanggulangannya. Kita khawatir musibah ini akan mendatangkan kemiskinan baru di sumatera barat. Upaya-upaya bersifat solutif perlu dilakukan. Jangan ada trauma di masyarakat. Jangan sampai kasus ibu Junaidy Mercy di Malang terjadi. Beliau tega membunuh anaknya karena tidak tahan dengan beban ekonomi yang tinggi. Maka kewaspadaan kita semua sangat dibutuhkan.

PENANGULANGAN KEMISKINAN

PENANGULANGAN KEMISKINAN
Oleh; Revi Marta Dasta
(Haluan. Senin, 4 Desember 2006)


Untuk saat ini, kita merasa pesimis dengan target pemerintahan untuk menurukan jumlah pendudk miskin di Sumatera Barat. Hal ini terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan Universitas Andalas dengan Dinas Sosial Sumatera Barat belum lama ini, menyimpulkan bahwa program-program anti kemiskinan yang digulirkan telah gagal membebaskan rumah tangga miskin dari kemiskinana (Padang Ekspres, 23/11). Ada tiga penyebab kegagalan program kemiskinan itu adalah berkaitan dengan sifat program, pengelolaan, dan partisipasi local.
Berdasakan hasil penelitian tersebut pendudk miskin melonjak tajam menjadi 54,1 persen. Suatu angka yang sangat mencemaskan disbanding dengan jumlah penduduk miskin tahun 2005, sebesar 22,07 persen. Padahal rencana pembangunan jangkah menengah (RPJM) Sumatera barat tahun 206-2010, salah satu prioritas agenda pembanguna tahun 2006-2010 adalah mempercepat penurunan tingkat kemiskinan, yaitu menurunkan jumlah pendudk miskin rata-rata 16 persen pertahun selama periode 2006-2010 sehingga diperkirakan tingkat kemiskinan mencapai sekitar 10 persen pada tahun 2010.
Jika berkaca pada hasil penelitian tadi maka sulit bagi Pemerintaha Sumatera Barat untuk memenuhi target penurunan kemiskinan. Maka perlu kiranya dilakukan langkah-langkah strategis untuk memgatasinya. Program ke depan hendaknya jangan sesaat saja tetapi berkelanjutan supaya dapat dirasakan lebih lama oleh masyarakat. Ibarat pepatah, janya hanya memberikan umpan saja tapi harus dengan pancingannya. Pemerintah hendaknya dorongan masyarakat membuat usaha mandiri yang bias menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di samping itu, usaha kecil yang telah ada hendaknya dibutuhkan, terutama dari segi pemodalan. Karena itu yang saat perlu sekali dilakukan saat ini. Karena program-program yang dibuat hendaknya lebih terukur dan terencana, serta dapat dinikmati masyrakat saat ini juga. Jangan ada kesan program yang dibuat masing-masing dinas hanya untuk menghabiskan uang Negara saja sementara hasilnya tetap begitu saja. Kemiskinan meningkat dan pengaguran juga tidak dapat di tekan.
Pengelolaan program yang dilakukan pemerintah agar dilakukan dengan baik, karena belum tentu program yang baik akan mendapatkan hasil yang maksimal tampa dikelola secara baik. Program tersebut seyogyanya berkelanjutan sehingga dapat dinikmati pasca program selesai dan dapat dijadikan sandaran untuk pemenuhan kenbutuhaan sehari-hari masyarakat.
Untuk mengelola program ini menurut hemat penulis perlu mengikut sertakan pihak lain diluar pemerintahaan seperti generasi muda sebagai mitra. Keikutsertaan bias saja dengan ikut langsung sepeti tenaga pendamping, survey, pengawas dan tranparansi pelaksanaan program, penyusunan strategi penengulangan kemiskinan serta penggabungan system informasi rumah tangga miskin di tingkat nagari dan kelurahaan.
Ini penting dilakukan untuk membantu pemerintah dalam mendapatkan informasi dan data yang akurat tentang kondisi kemiskinaan secara langsung. Bagi pihak yang diikutkan dalam pengelolaan program, merupakan bentuk pengabdian secara langsung pada masyarakat dan dapat mengembangkan potensi mereka yang dilibatkan.
Untuk mendukung agenda pemerintahan tersebut sangat diharapkan sekali partisipasi masyarakat, terutama tokoh masyarakat dan organisasi di tempat program berlangsung. Manfaat dari partisipasi ini adalah untuk melanjutkan dan memastikan program tetap berjalan secara maksimal.
Menjadikan masyarakat sebagai bagian dari kegitan ini perlu segera didorong dan dikembangkan. Masyrakat langsung dilibatkan sebagai pelaksana, bukan sebagai objek saja. Sehingga dengan demikian masyrakat merasa memiliki tangung jawab terhadap keberadaan program pemerintah.
Maka program pemerintah mempercepat penurunan tingkat kemiskinaan ini perlu dievaluasi kembali, mulai perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan. Agar nantinya tingkat kemiskinan dapat tercapai sesuai dengan target pemerintah Sumatera Barat sebesar 10 persen pada tahun 2010. tentunya, target ini akan berhasil di capai secara maksimal apabila didukung olah semua pihak. Amin.

PENANGULANGAN KEMISKINAN, PERLU DUKUNGAN SEMUA PIHAK

PENANGULANGAN KEMISKINAN,
PERLU DUKUNGAN SEMUA PIHAK
Oleh: Revi Marta Dasta
(Singgalang. Rabu, 6 Desember 2006)



Untuk saat ini, kita merasakan pemisismis dengan target pemerintah untuk menurunkan jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hal ini terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan Universitas Andalas dengan Dinas Sosial Sumatera Barat belum lama ini, menyimpulakan bahwa program-program anti kemiskinana yang digulirkan telah gagal membebaskan rumah tangga miskin dari kemiskinan (Padang Ekspres, 23/11). Ada tiga penyebab gagalnya program kemiskinan adalah berkaitan dengan sifat program pengelolaan dan partisipasi local.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut penduduk miskin melonjak tajam menjadi 54,1 persen. Suatu angka yang saat mencemaskan dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin tahun 2005, sebesar 22,07 persen. Padahala Dalam Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Sumatera Barat tahun 2006-2010, salah satu prioritas agenda pembangunan adalah mempercepat penurunan peningkatan kemiskinana, yaitu menurunklan jumlah penduduk miskin rat-rata 16 persen pertahun selama periode 2006-2010. sehingga diperkirakan tingkat kemiskinan mencapai sekitar 10 persen pada tahun 2010.
Jika berkaca pada hasil penelitian tadi maka sulit bagi Pemerintaha Sumatera Barat untuk memenuhi target penurunana kemiskinan. Maka perlu kiranya dilakukan langkah-langkah strategis untuk memgatasinya. Program ke depan hendaknya jangan sesaat saja tetapi berkelanjutan supaya dapat dirasakan lebih lama oleh masyarakat. Ibarat pepatah, janya hanya memberikan umpan saja tapi harus dengan pancingannya. Pemerintah hendaknya dorongan masyarakat membuat usaha mandiri yang bias menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di samping itu, usaha kecil yang telah ada hendaknya dibutuhkan, terutama dari segi pemodalan. Karena itu yang saat perlu sekali dilakukan saat ini. Karena program-program yang dibuat hendaknya lebih terukur dan terencana, serta dapat dinikmati masyrakat saat ini juga. Jangan ada kesan program yang dibuat masing-masing dinas hanya untuk menghabiskan uang Negara saja sementara hasilnya tetap begitu saja. Kemiskinan meningkat dan pengaguran juga tidak dapat di tekan.
Pengelolaan program yang dilakukan pemerintah agar dilakukan dengan baik, karena belum tentu program yang baik akan mendapatkan hasil yang maksimal tampa dikelola secara baik. Program tersebut seyogyanya berkelanjutan sehingga dapat dinikmati pasca program selesai dan dapat dijadikan sandaran untuk pemenuhan kenbutuhaan sehari-hari masyarakat.
Untuk mengelola program ini menurut hemat penulis perlu mengikut sertakan pihak lain diluar pemerintahaan seperti generasi muda sebagai mitra. Keikutsertaan bias saja dengan ikut langsung sepeti tenaga pendamping, survey, pengawas dan tranparansi pelaksanaan program, penyusunan strategi penengulangan kemiskinan serta penggabungan system informasi rumah tangga miskin di tingkat nagari dan kelurahaan. Ini penting dilakukan untuk membantu pemerintah dalam mendapatkan informasi dan data yang akurat tentang kondisi kemiskinaan secara langsung.
Bagi pihak yang diikutkan dalam pengelolaan program, merupakan bentuk pengabdian secara langsung pada masyarakat dan dapat mengembangkan potensi mereka yang dilibatkan.
Untuk mendukung agenda pemerintahan tersebut sangat diharapkan sekali partisipasi masyarakat, terutama tokoh masyarakat dan organisasi di tempat program berlangsung. Manfaat dari partisipasi ini adalah untuk melanjutkan dan memastikan program tetap berjalan secara maksimal. Demikian, terima kasih.

SEMUA KEHENDAK TUHAN

SEMUA KEHENDAK TUHAN
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Jumat 11 Mei 2007)

Musibah yang dating secara bertubi-tubi telah mengusik hati nuri anak-anak di negeri ini untuk peduli terhadap korban bencana. Bantuan demi bantuan terus mengalir deras seiring dengan banyaknya karban jiwa dan harta.

Merka termotifasi atas rasa keharuan dan prihatian terhadap saudara dan karib kerabat yang mungkin kini sedang kelaparan akibat tidak ada pasokaan makanana, kedinginnan karena harus tudur di luar rumah atau sedang meringisa kesakitana di posko-posko bencana dan rumah sakit. Ada sebuah kekhawtiran, bahwa bias saja kejadian ini menimpa diri kita, musibah itu pasti akan dating juga kepada kita. Memang musibah merupakan hal yang unik. Dia datang tidak memberi tahu. Datang ketika kita sedang tertidur pulas atau kita sedang santai-santai menikmati enaknya dunia ini.

Bagi sikorban bencana ini menimbulkan trouma yang mendalam. Mereka tidak menyangka kenapa bencana harus menimpa. Padahal tidak ada tanda-tanda atau firasat terlebih dahulu. Orang-orang kita terdahulu selalu menghubung-hubungkan sesuatu kejadian dengan yang lainyan, hiasanya dengan binatang. Misalnya, bila cicak berbunyi di dinding menandakan kebenmara dari cerita yang kita samapikan. Atau kucing yang berdiri di depan pintu sedang membasuh mukanya, pertanda ada tamu yang akan dating. Mungkin saja, ketika bencana itu terjadi kita tidak meraskan tanda-tanda tersebut. Namun kata sebagian orang tidak mungkin bencana bias dihubung-hubungkan dengan yang lain. Semua adalah kehendak tuhan.

Ya, musibah memang sudah berulang kali dating dan tidak henti-hentinya. Pembicaraan kita tiap hari lebih banyak mengenai musibah ini. Media cetak dan elektronik selalu menjadikan bencana sebagai head line dalam pemberitaannya. Masyarakat telah menjadikan media sebagai sebuah kebutuhan penting di samaping kebutuhan lainya. Setiap bangun pagi yang kita cari selalu Koran atau televise untu melihat perkembangna musibah terbaru. Alat perhunbungan yang ada di datar, udara, dan laut sudah pernah mengalami kecelakaan. Pesawat terbang terbakar, mendatangkan banyak korban jiwa dan harta. Begiitu juga kapal laut yang terbakar, kemudioan kecelakaan-kecelakaan di datar sepert bus dan kerta apai yang tidak henti-hentinya. Sepertinya tuhan tidak lagi memberikan ruang gerak untuk menghindar. Kita sudah dikepung dari berbagai arah. Pertanda apa ini? Mengapa tuhan begitu marahnya kepada kita, perbutan salah seperti apa yang telah dibuat oleh penghuni bimi ini. Jawabnya ada di kepala kita masing-masing.

Sumatera barat yang terkenal dengan keelokan alamnya, harus luluh lantak dihantam gempa. Korban telah banyak berjatuhan kerugian harta benda tidak dapat dihitung lagi. Air mata tidak dapat dibendung lagi. Ada anak kehilangan orang tuanya, suami kehilangan istrinya dan sebalikya kebingungan pekerjaanya sampai banyak yang kehilangan harapan hidup. Gempa bumi kerkekuatan 6,2 SR ini sebelunyan juga telah didahulu dengan terbakarnya istano pagaruyung, peninggalan paling bersejarah bagi orang minang. Tempat pemberian gelar kehormata kepada pejabat dan tokoh negeri ini. Berbagai polemic telah muncul tentang pembangunan istano tersebut. Komentar-komentar dating silih berganti bagi yang suka maupun tidak menurut informasi yang saya dengar, ketika istano itu meletu hujan tidak begitui deras hanya gerimis yang turun, petir tidak terlalu sering menyambar. Ada yang aneh memang, kenapa petir itu hanya menyabar istano itu saja padahal banyak juga gedung-gedung alain yang lebih tinggi dri istano trsebut. Kalau di sisi teknologi tidak mungkin saja terdadi, penangkal petirnya saja dari BATAN, sebuah badan yang telah dipercayai ampuh di Indonesia.

Di sini kita bias melihat bahewa kehebatan manusia tidak ada apa-apanya dengan kekuatan Tuhan. Walau pun telah dihasilkan berbagai teknolagi canggih namun belum mampu menahan kekutan Tuhan. Maka dari itu, sebaia mahkluk tuhan yang lemah sangat perlu menyadari eksistensi tuhan dalam kehidupoan kita. Gempa yang terjadi kemaren hanya beberpa detik saja namun telah meluluh lantakkan negeri ranah Minang ini. Coba kita bayangkan bila itu terjadi dalam waktu yang lama mungkin saja tidak ada lagi manusi yang hidup semua meninggal karena ketakutan dan kecemasa. Semoga bencana tidaka terjadi lagi.

SEMUA PEDULI BENCANA

SEMUA PEDULI BENCANA
Oleh: Revi Marta Dasta
(Haluan. Kamis 15 Maret 2007)

Paska terjadinya gempa berkekuatan 6,2 SR di Sumatera Barat semua oaring merasa prihatin dan peduli. Dimana-mana ditemuai oaring meminta sumbangan di jalan-jalan protocol. Begitu juga orang rantau yang berlomba-lomba menggalang dukungan bantuan untuk membanytu korban musinbah gempa ini.

Terutama merka yang keluarganya menjadi korban akibat bencana. Berbagai nomor rekening di buka untuk menyalurkan bantuan media juga telah membuka dompet peduli dan ada juga yang ditayangkan ditelevisi. Berbagai posko kesehatan telah dibuka, biasanya dekan daerah yang palimng parah ditimap musibah. Bantuan seperi makanan, pakaian dan alat-alat kesehatan telah memenuhu sebagaian posko sebauh sikapi yang perlu dilestarikan untuk masa selanjutnya.
Seperi biasa sekarang orang kembali meributkan persoalan penangan bencana yang tidak diurus denga baik. Kesalah-kesalah telah kembali terungkap yang paling banyak disalah adalah pemerintah.

Pemerintah tidaka memiliki manajemen pengelolana bnecana yang baik. Banayk permasalahan baru muncul yang seharusnya tidak terjadi tetapi menjadi polemic berkepanjangan. Seperti pendistribusian bantuan yang tidak sampai kepada korban karena tempatnya yang sulit untuk ditempuh samapai pada tingkah laku pemberi bantuan dan relawan yang kladang-kadang bersitegang urat leher.

Kita sangat berterimakasih kepada masyarakat yang telah banyak membentu korban bencana. Mereka bekerja tamapa pamrih, apalagi relawan yang dilatih untuk itu. Namun yang perlu kita sadari adalah jangan samapai dana yang dikumpulkan tersebut tidak samapai pada sasarnnya apalagi disunat ditempat kejadian. Jangan mencari kesempatan dalam kesempitan orang lain. Jangan menari-menari di dalam deraian air mata korban. Kejadian seperti ini sudah bnayk tetjadi di negeri ini. Pelakunya juga banayak, tiudak hanya pejabat , LSM, tetapi organisasi peduli lainnya juga ada melakukan hal yang serupa. Mungkin kita msih ingat ketika Tsumani terjadi di Aceh kemarin, ada oknum yang seklama ini memperjuangan rakyat dan ragin mengkritisi pemerintah, namun harus gelap mata dan indikasi melakukan penyunatan terhadap bantuan yang dating. Saya pikir kalau ini terjadi kita bukan manua yang beradap lagi. Nilai-nilai kemanuasian kita telah hilang rasa kemanusian dan kebersamaan telah hilang dengan banyaklnya bantuan menggiurkan di sekeliling kita.

MUSIBAH DAN PRILAKU ELIT

MUSIBAH DAN PRILAKU ELIT
Oleh Revi Marta Dasta
(Haluan. Sabtu, 10 Februari 2007)

Musibah nampaknya tidak akan pernah menimpa repoblik ini. Belum selaesai penanganan satu musibah sudah datang musibah berikutnya. Ketika pemerintah masih disibukaan dengan penangaan penyebaran flu burung, masih terbengkalainya korban demam berdarah, sekarang sudah datang banjir melanda kota Jakarta. Konsentrasi pemerintah seakan pecah dengan banyaknya musibah ini. Pemerintah seakan kewalahan, mana yang akan dijadikan prioritas dalam penanganan musibah ini. Sementara masing-masing musibah sama-sama penting untuk dibantu karena berhubungan dengan penyelamatan nyawa. Samapai saat ini bajin Jakarta telah merenggut puluhan nyawa manusia, belum lagi jumlah kerugian materi yang dialami. Masyarakat masih banyak mengungsi dan kelaparan karena tidaka mendapatkan pasokaan makanan. Walaupun bantuan demi bantuan mulai berdatangan ke tangaan masyarakat. Namun tidak bias menyelesaikan sepenuhnya masalah banjir ini.

Untunglah ada beberapa kalangan yang mencoba membantu pemerintah dalam menanggulangi banjir ini. Mereka bisanya adalah oaring selama ini yang dikenala sebagai relawan yang khusus dibentuk mewakli institusi atau organisasi tertentu. Umumnya mereka berasal dari baerbagai unsure masyarakat, baik itu PMI, relawan dari perguruan tinggi, pramuka sampai tim relawan yang dibentuk oleh parpol. Ada sebuah keinginan mulai yang tertanam dalam diri mereka tanap mengharapkan apa-apa selain melakukan pertolongan.

Namun berbeda dengan prilaku sebaian elit di negeri ini, musibang sepertinya dijadikan ajang untuk tebar pesona dan tebar simpati. Mereka berlomba-lomaba memberikan bantuan kapada masyarakat yang terkena musibah. Ada yang membentuk tim relawan kesehatan, yang mengerakakan sejumlah tim medis, menyediakan tim kesehatan, dan perahu sampai turun alngsung kepada masyarakat untuk sekedar memberi batuan. Dilihat dari perhatian yang mereka lakukan, sejujurnya kita harus berterimakah karena masih saja ada orang yang simpati dengan musibah yang menimpa masyarakat.

Namun yang menjadi kerisauan selama ini, elit lebih cenderung menjadikan musibah ini sebagai momen untuk mendapatkan simapati dan perhatian sebagia bagian awala dari kanpanye terselubung. Kalau ini terjadi, terkesan kurang ada keiklasa dibalik pemberian bantuan ini. Ada udang di balik bakwan, kata orang Minang artinya tidak terlihat kesungguhan.

Khusus untuk DKI Jakarta, karena akan mendekati pilkada memang menjadi momen yang sangat tepat untuk melakukan simpati kepada masyarakat. Tidak butuh biaya mahal-mahal untuk melakukan kampaye dalam masyrakat. Cukup datang membawa bantuan, kemudian menyerahkannya, lalu dimasukan kemedia sebagai bentuk promosi kaerana telah membantu.
MEWASPADAI KEMISKINAN BARU
Oleh : Revi Marta Dasta
(Haluan. Sabtu, 7 Arpil 2007)


Gempa yuang terjadi di Sumatera Barat telah banyak menyiksa masalah baru. Tidak hanya korban yang mendapat masalah, tetpai hanpir semua komponen masayrakat termasuk pemerintah juga merasakannya terutama merumuskan strategi dalam melakukan penangulangan terhadap efek yang ditimulkan oleh gempa ini. Diantara masalah tersebut adalah belum teridebntifikasinya juml;ah korban dan kerugian secara akurat, banyaknya masyarakat yang tidak lagi memiliki rumah, munculnya berbagai penyakit, meningkatnya jumalah pengaguran dan kemiskinan serta bahaya trauma yang dialami masyarakat paska gempa.

Misalnya saja pengaguran, menurut pemerintyah terjadi peningkatan jumalah pengaguran sebesar 15 ribu orang paska gempa. Di Indonesia telah bertambah jumlah pengaguran sebanya 2 ribu orang sejak bencana terjadi. Sebuah anagka yang sangat besar. Padahala sebelum gempa ini terjdi, masiih banyak persoalan yang belumbisa diselesaikan pemerintah.

Khusus di Sumatera Barat, penanganan kemiskianan lewat program Penangulangan Kemiskinan Berbasias Nagari (PKBN) yang telah dicangakan oleh pemerintah belum jelas arahnya. Belum lagi membludaknya jumalah pengaguran dari tahun ke tahun yang akan banyak menambah masalah baru. Konsentrasi masyarakat semakin pecah dengan terbakarnya Istano Pagaruyung ditambah dengan berbagai polemik tentang pembangunannya kembali.

Bencana dapat dipastikan akan mendatangkan kemiskinan baru dimasyarakat. Kalau di perhatikan, berapa banyak korban yang tidak lagi bias memenuhui kebutuhan hidupnya secara layak. Rumah mereka banyak rusak, kegiatan sehari-hari di habiskan ditenda, kapan lagi mereka akan berkerja, kalau tidak mereka mau makan apa. Tidak mungkin selamanya mereka harus bergantung dengan berbagai bantuan yang dating. Maka hibauan segenap pihak untuk korban gempa kembali berkerja juga harus ada sosulsinya. Misalnya memberikan kembali modal kerja, atau memperbaiki kembali saran dan prasarana korban gempa yang kebetulan rusak. Di harapkan mereka dapat berkerja sehingga biasa mandiri dan terjauh dari kemiskinan.

Kemiskinan
Kemiskinan merupakan situasi atau kondisi yang di alami seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai pada suatu taraf yang di anggap manusia. Artinya jika ada korban yang tidak bias menyelenggarakan kehidupan secara maka dapat di artikan telah timbul kemiskinan baru pasca gempa ini. Coba kita lihat korban bencana gempa, sempatkah mereka untuk menyelenggarakan hidupnya secara layak. Setiap hari mereka selalu berfikir bagaimana memperbaiki rumahnya, berapa biaya yang di butuhkan untuk memperbaikinya, dengan apa beras harus dibeli, biaya sekolah anak-anak dan segala macamnuya. Sementara trauma juga belum hilang karena masalah baru menghantui korban seperti banyaknya penyakit yang muncul dan bebean kebutuhan yang meninggakap tajam.

Untuk itu kita harus mewaspadai kemiskinan baru inimuncul. Dilihat dari dimensi kemiskinan, ada beberapa aspek yang mempengaruhuinya yaitu, pertama aspek politik, masyarakat tidak mampu memiliki akses dalam menentukan pengambilan keputusan strategis yang menyangkut haknya. Selama ini masyarakat miskin cendrung termarginalkan, mereka tidak diajak dalam pengambilan keputusan penting. Pemerintah sering menganggap mereka tidak tahu apa-apa.

Mereka cukup diberikan hasil dari berbagai keputusan. Mereka tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat. Stikma bodoh telah melekat sehingga, tidak perlu diajak. Tetapi ketika ada kepentingan tertentu mereka berlomba-lomba mengemis kepada masyarakat miskin ini, terutama menyelang pemilihan kepala daerah atau legislative. Dalam bencana ini masyarakat korban juga selayaknya diajak dalam menentukan pembangunan kembali asset-aset mereka yang telah rusak, disamping melibatkan mereka dalam pembangunan kembali, artinya tidak hanya dibiarkan saja, namun juga diikut sertakan.

Kedua, dimensi budaya yaitu tidak terintegrasinya masyarakat dalam institusi social formal.aspek budaya ini menjadi perhatian utama, jangan sampai budaya hilang dengan adanya gempa ini, misalnya ketika terjadi gotong-royong masyarakat korban untuk membantu, namun untuk melakukan itu mereka di bayar oleh sebagian orang. Ini menandakan bahwa masyarakat telah dikikis nilai-nilai budayanya. Gotong-royong dan klebersamaan merupakan nila-nilai yang sudah ditanam sejak lama dan sudah menjadi ciri khas masyarakat. Ketiga aspek ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan dan tidak mencukupi akibatnya kebutuhan tidak dapat dipenuhi akibat gempa banyak diantara korban yang kurang berpenghasilan atau tidak berpenghasilan sama sekali.toko atau tempat berusaha yang tidak dapat mereka gunakan lagi. Kondisi seperti yang perlu dapat perhatian, perekonomian masyarakat harus dapat dibangkitkan.

Program-program cepat untuk mengembalikan membangkitkan perekonomian meski dilakukan. Jangan sampai membiarkan masysarakat terlalu lama larut dengan bencana ini. Program jangka panjang perlu diterapkan selain bantuan-bantuan yang sifatnya hanya sementara. Ke empat dimensi asset, rendahnya kepemilikan masyarakat terhadap berbagai asset seperti asset fisik. Salah satu cirri kemiskinana itu adalah masyarakat tidak memiliki asset dalam memenuhui kebutuhannya. Seperti tidak memiliki yangtidak layak huni. Atau asset lainnya seperti lahan pertanian dan perkebunan atau took dan warung untuk berjualan.
Saat ini, asset fisik yang sudah lama di bangun masyarakat seakan sudah habis atau hanya tinggal beberapa saja. Rumah banyak yang rusak, lahan pertanian yang tidak layak pakai atau tempat usaha yang tidak mengkin lagi nberfungsi dalam meningkatkan produktivitas keluarga.
Berdasarkan kondisi riiil di lapangan dan dimensi kemiskinan tadi, maka sesengguhnya masyarakat pasca gempa ini sangat rawan jatuh kedalam jurang kemiskinan. Melihat fenomena ini pemerintah dan komponen masyarakat lainnya harus bergerak sekarang juga. Melakukan secepat mungkin tindakan nyata.


Perempuan dan bencana
Perempuan adalah orang yang paling banyak merasakan akibat dari gempa ini. Sehingga perempuan menjadi orang pertama tetimpa kemiskinan baru. Umumnya pekerjaan rutin yang dilakukan perempuan alah mengangkut air sampai berkilo-kilo untuk mandi, mencuci sampai memasak. Kemudian mengasuh anak, kadang-kadang juga harus menyediakan kebutuhan sehari-hari keluarga. Disaat gempa terjadi tentunya perempuan sangat merasakan akibatnya. Perempuan di tuntut harus pandai-pandai menyediakan air bersih, menyediakan tempat masak, menyediakan makanan, mengasuh anak dan sebagainya.

Sebenarnya laki-laki dan perempuan memiliki masalah yang sama dalam bencana ini. Tidak ada bedanya. Saya tidak mencoba melakukan pemisahan antara laki-laki dan perempuan dalam penangganan maupun memeberikan bantuan tetapi kita juga harus arif dengan kondisi perempuan itu sendiri. Walaupun sama-sama di rundung duka, namun semestinya perempuan mendapatkan perhatian lebih. Karena perempuan adalah orang yang paling banyak merasakan akibat gempa.

Semoga program recovery yang di canangkan pemerintah dapat berjalan dengan maksimal sehingga kemiskinan baru yang akan timbul dapat ditekan. Tentunya denga bantuan semua pihak dan tidak lupa melibatkan masyarakat yang menjadi korban akibat gempa. Wassalam.
MAK KUMI DAN KESEDIHAN KITA
Oleh Revi Marta Dasta
(Haluan. Senin, 26 Maret 2007)

Di tengah hiruk pikuknya kita dalam menangani masalah gempa dan pembangunan kembali istano pagaruyung, sejenak hati kita tersentak, ternyata saat ini masih ada masyarakat yang makan tanah untuk bertahan hidup. Padahal tidak ada terjadi musibah dan kejadian yang luar biasa di tempat itu sehingga mak kumi 65 tahun dan keluarganya harus makan tanah dalam mempertahankan hidupnya.

Coba kita renungkan, seprah itukah keadaan masyarakat hari ini? Tidak adakah orang yang peduli dengan masip mak kumi. Kemana larinya pemerintahan daerah, ninik mamak, alim ulama, tokoh parpol, tokoh LSM, mahasiswa dan tenaga pal kumi? Pernahkan terketuk hati mereka sebelumnya untuk membantu?

Beruntung harian Haluan mengelurkan pemberitaan kisah mak kumi ini. Kalau tidak mungkin saja mak kumi dan keluarganya akan seterusnya makan tanah. Atau harus bunuh diri secara massal karena tidak tahan lagi seperti yang dilakukan salah seorang ibu rumah tangga di Malang beberapa waktu lalu.

Tidak bias kita bayangkan di daerah yang katanya kaya dengan sumber daya alam ini, banyak menghasilkan ikan, perwisatanya yang sudah internasional, perkebunan yang luas ternyata masih saja ada masyarakat yang makan tanah, sungguh ironis.

Mak kumi mungkin salah satu potret kehidupan nyata masyarakat kita hari ini. Kalau kita mau berjujur-jujur masih banyak orang seperti mak kumi bahkan lebih parah dari pada itu. Beruntung semua tidak terekspos ke media masa. Kalau iya, bias saja semuanya akan kebakaran jenggot..Coba kita renungkan, untuk bertahan hidup saja mereka harus makan tanah, bagai man dengan pemenuhan kebutuhan yang lainnya, misalnya untuk menyekolahkan anaknya serta untuk beli kebutuhan lainnya. Bagaimana mereka dapat menikmati hidup secara layak seperti lainnya. Kalau lah banyak orang seperti Mak Kumi, maka tunggulah azab bagi kita semuanya.

Keadaan masyarakat kita hari ini terutama di daerah-daerah terpencil memang sangat menyedihkan. Masyarakat sudah lelah dengan keadaan hari ini, hamper semua bahan pokok kebutuhan masyarakat naik tajam. Misalnya saja beras dari harga Rp.9000 naik menjadi Rp. 14.000, sementara pemasukan masyarakat tidak banyak. Besar pasak dari pada tiang begitu pepatah orang. Belum lagi harga cabe, tomat, dan segala macamnya.kondisi ini ditambah lagi dengan datangnya bencana alam dan dampak yang di timbulka olehnya seperti penyakit dan rasa trauma yang belum hilang.

Tentu pemberitaan inoi yang lelah menampar wajah pemerintah daerah setempat. Walaupaun pak bupati dating dang lansung menangis didepan pak kumio, untuk sementara mungkin saja kesedihan pak kumi dan keluarganya terobati.

Namun cukuplah kedatangan itu, atau hanya sekedar melihatkan kepedulian s esaat. Saya yakin pak bupati tidak akan berbuat seperti itu. Namun pasti memikirkan jalan yang terbaik untuk membanti, kita tunggu saja.

Bukan bermaksud membesar-besarkan masalah, namun kasus ini adalah sebuah peringatan yang semestinya harus mendapatkan perhatian serius pemerintah. Sebab selam in, tingkat kemiskinan ditempat mak kumi cendrung sangat tinggi. Masyarakat banyak yang miskin. Disaat daerah lain berlomba-lomba dalam memajukan daerahnya tetapi kampong mak kumi seakn jalan ditempat. Ditabah lagi terjadinya banjir yang tidak berkesudahan. Setiap ada hujan selalu banjir dating. Tentunya akan menambah angka kemiskinan baru dalam masyarakat. Lahan yang tergenang air, jalan yang tidak bias digunakan dan sebagainya. Merupakan keadaan nyata yang harus diperhatikan.

Ya, sekali nasib Mak kumi, 65 tahun, memang malang, Sebuah kisah yang sangat menyedihkan dan memilukan. Mungkin saja Mak kumi sering merenung dalam hatinya mengapa ia harus makan tanah untuk bertahan hidup, padahal tetangga disebalahnya sudah berbicara tentang merek motor yang akan dibeli, jenis pakain yang akan dibeli atau berbicara tentang kemajuan-kemajuan yang telah diraih. Rasanya ia tidak menikmati enaknya 62 tahun merdeka. Untuk itu sangat dibutuhkan bantuan dari kita bersama.

KEMISKINAN

KEMISKINAN
Oleh: Revi Marta Dasta
(Haluan. Kamis, 1 Februari 2007)


Kemiskinan adalah masalah bangsa yang harus segera diselesaikan secepatnya oleh pemerintah. Banyak permasalahan yang muncul apabila angka kemiskinan ini terus melonjak. Dengan banyak orang miskin maka pengaguran, perelingkuhan dan tingkat kriminalitas yang tinggi serta masalah-masalah social lainnya akan silih berganti dating menerpamasyarakat. Orang tidak akan segan-segan untuk membunuh apabila perut lapar. Dalam bahasa minang “ Bialah bacakak jo urang dari pado bacakak jo galang-galang”, artiny orang tidak akan tahan menahan lapar, mereka rela berkelahi untuk mendapatkan sesuap nasi. Kondisi adalah seperti ini adalah fenomena social yang terus saja terjadi. Eskalasihnya cenderung meningkat, seakan moral dan etika akan hilang begitu saja akibat banyaknya kemiskinan ini.

Hamper setiap tahun pemerintah selalu memasukkan program pengentasan kemiskinan sebagai salah satu agenda prioritas pembangunan. Namun sampai saat ini kemiskinan tetap tidak bias dikurangi, malah cenderung mengalami peningkatan. Meskipun kemiskinan pernah turun drastis pada tahu 1976-1996, 40,1 % menjadi 11,3% dari total penduduk Indonesi, orang miskin meningkat kembali pada [eriode 1996-1999. akibat krisis multidimensional yang menerpa Indonesia, jumlah penduduk miskin pada periode 1996-1998, meningkat tanjam menjadi 22,5 juta jiwa (11,3 %) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2 %) atau bertambah sebanyak 27 juta jiwa (BPS, 1999).

Berdasarkan hasil data pendataan sosial ekonomi penduduk 2005, jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat tercata sebanyak 1,079.241 orang atau sebanyak 23.825 kepala keluarga. Jumlah ini mencapai 22,07 penduduk propinsi Sumatera Barat dan terjdi peningkatan sebesar 20,9 % dari tahun 2004 dimana tingkat kemiskinan di daerah kabupaten jauh lebih tinggi dari pada di kota.

Meskipun masyarakat miskin telah mendapatkan bantuan program pengentasan kemiskinan dari pemerintahan, tetapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat miskin yang telah tersentuh program pengentasan kemiskinan, tetap saja beranjak dari kondisi kemiskinannya. Karena itu pasti ada yang salah dengan pelaksanaan program pengentasan kemiskinan tersebut.

Bantuan tunai langsung dari kompensasi BBM yang diberikan pemerintah kepada masyrakat miskin adalah bias penanggulangan kemiskinan, karena hanya dinilai akan hanya menciptaka sindrom ketegantungan bagi masyarakat. Sesunguhnya BLT hanya cocok diberikan pada masyarakat yang tidak berdaya seperti orang cacat dan anak tertlantar. Pengentasan kemiskinan tidak hanya cukup dengan memberikan uang saja kepada masyarakat, tetapi yang harus dicari bagaimana masyarakat dapat melakukan usaha yang menimbulkan krentifitas dan kineja masyarakat. Masyarakat miskin jangan dibiasakan manja, tetapi yang dibutuhkan adalah peningkatan produktifitas. Maka pemerintah harus secepatnya merumuskan program-program pemberdayaan masyarakat miskin seperti program peningkatan kemampuan dan keterampilan kerja / usaha melaluan pendidikan dan latihan-latihan kerja, perluasan jaringan kerja, dan informasi pasar serta bantuan modal kerja.

JALAN ALTERNATIF, SOLUSI PENGENTASAN KEMISKINANA DI PESSEL

JALAN ALTERNATIF, SOLUSI PENGENTASAN KEMISKINANA DI PESSEL
OLEH: Revi Marta Dasta
(singgalang, jum’at 26 januari 2007)

saat ini, kabupaten pesisir selatan merupakan daerah yang peling banyak memiliki orang miskin. Sekitar 68.741 penduduk pesisir selatan berada dalam garis kemiskinan. Artinya masih banyak masyarakat yang tidak bias memenuhi kebuituhan-kebutuhan pokok sebagaimana mestinya. Sebagai orang pesisir selatan saya cukup prihatin dengan kondisi ini. Untuk itu, pemerintahan daerah dituntut bekerja lebih ekstra keras lagi. Dukungan dan partisipasi masyarakat (Akademisi, mahasisiwa, pengusaha dan perantau) sangat diperlukan. Prinsip penanggulangan kemiskinan seperti kebersamaan atau partisipasi, kedekatan hati dan keikhlasan serta keterbukaan dalam penyelnggaraan sangat dibutuhkan.
Usaha-usaha diatas, tidaka akan tercapai dengan maksimal apabila akar dari permasalkahan ini tidak dicairkan oleh pemerintahan propinsi dan pusat. Saat ini yang diperlukan oleh masyarakat persisir selatan adalah jalan alternative untuk membuka akses ekonami masyarakat . leinginan ini sudah seringkali disampaikan oleh bapak bupati Drs. Nasrul Abit. Jalan tersebut adalah Kambang-Muaro Labuh (Solok Selatan) dan Bayang Alahan panjang (Kabupaten Solok). Selamam ini hanya ada satu jalan yang bias ditempuh untuk sampai ke Pesisir selatan yaitu melalui padang. Padahal kabupaten pesisir selatan merupakan daerah yang paling panjang. Masyarakat membutuhkan waktu dan ongkos yang banyak untuk dapat menjual hasil usahanya. Kondisi ini diperparah lagi apabila seringkali terjadi banjir dan longsor yang berakibat putusnya jalan. Bila ini terjadi maka peningkatan produktivitas masyarakat sebagai salah satu kebijakan umum penagnggulanagn kemiskinana tidaka akan dapat tercapaai secara maksimal.
Jadi, banyaknya orang miskin di pesisir selatan buan lagi disebabkan oleh menonjolnya harga bahan poko (BBM, beras, dan inflasi). Pertumbuhan ekonomi yang masih rendah terjadinya ketimpangan dalam pembangunan atau penggulangan kemiskinan yang belum efektif, tetapi belum dibukanya akses ekonomi lewat jalan alternative tadi. Rasa percuma berbagai program pengentasan kemiskinana dicanangkan oleh pemerintah pusat dan propinsi apabial jalan alternative ini tidak juga dibuat. Pemerintahan piusat dan propinsi harus secepatnya merespon keinginan ini. Jika tidak ingin melihat rakyat pesisir selatan larut dalam kemiskinan dan ketertinggalan.

GEMPA DAN PERILAKU KITA

GEMPA DAN PERILAKU KITA
OLEH: Revi Marta Dasta
(Singgalang, sabtu,17 Maret 2007)


ditengah hiruk pikuknya berbagai elemen masyarakat dalam mebantu korban bencana gempa, sejak kita dihentakkan dengan berita kepergian beberapa angota DPRD kabupaten Solok untuk melkukan studi banding.
Kepegian anggota dewan yang terhormat ini menjadi polemic setelah beberapa unsure masyarakat mengecam tindakan tersebut ada sebuah kekhawatiran bahwa anggota DPRD yang pergi sudah “raso jo pareso”. Telah hilang rasa kemanusiaan wakil rakyat kita. Anggapan itu tentu sangat logis, sebab mereka pergi ditengah masyarakat yang tengah berduka. Smentara semua potensi yang ada dimasyarakat telah dipusatkan dalam membantu korban gempa ini.
Semenjak dua minggu terakhir ini masyarakat sumatera barat tengah dirundung duka akibat gempa bumi 6.2 skala richter. Semua komponen berlomba-lomba membeirkan bantuan untuk korban. Tidak hanya pemerintahan saja, tetapi segala unsure masyarakat seperti mahasisiwa, LSM dalam dan luar negeri, tokoh-tokoh masyarakat, perantau, partai politik maupun perorangan tidak pernaha lelah dalam memberikan bantuan. Mereka memiliki niat yang sama, yaitu meringankan penderitaan korban.
Bantuan yang diberikan juga beragam dan bervaraisi, bukan hanya sekeda r uang atau bantuan makanan lainnya, tetapi mereak juga rela menjadi relawan ditenda-tenda pengungsian. Tidur bersama pengungsi dan hidup sebagaimana layaknya seorang pengungsi yang menjadi korban musibah. Kondidsi ini bias kita temukan dihampir setiap daerah yang terkana gempa. Mereka juga membuat posko-posko bantuan, baik itu posko kesehatan, posko utnuk menampung bantuan sampai pada posko pencegahan trauma terhadap masyarakat. Jika kita melihat disamping posko, banyak berkibar berbagai institusi yang m,ambantu. Dengan banyaknya bendera tadi, dapat dipastikan telah banyak elemen masyarakat yang peduli. Tidak lupa, para dermawan ini selalu melkukan blow up terhadap kegiatan yang mereka lakukan. Terutama dimedia catak nasional dan daerah. Media telah kebanjiran iklan ucapan belasungkawa dari para dermawan. Tidak peduli besar atau kecilnya benutan yang mereka berikan, namun yang penting masyarakat tahu bahwa mereka sudah peduli. Atau bias saja “pangganti tanyo: “alah nymbang pak?”. Mungkin bias demikian sebagian dari perilaku kita.
Tidak hanya itu, ada juga yang menghujat pemreintah dalam melakukan penagggulangan bencana ini. Seperti pernyataan para perantau dari BK3AM baru-baru in. spontan langsung mendapat tanggapan dan kritikan pedas dari perantau lainnya. Jangan omong doank, begitu katanya. Hujatan demi hujatan telah mewarnai pemberitaan gempa ini. Memang kita harus saling membantu, namun kita juga harus kritis terhadap kerja pemerintah dalammenangani gempa. Jangan hanya pandai memuji-muji pemerintah. Perantau juga harus memberikan solusi. Karena memang kehadiran organisasi perantua bukan melakukan pujian dan juga hujatan. Tetapi memberikan solusi kongkrit terhadap permasalahan yang ada. Jangan kita menambah-nambahkan masalah. Kita sudah banyak masalah. Masalah gempa ini kita sudah kewalahan.seharusnya perantau memberikan penyejukan kepada kami yang di ranah minang. Bukan saling menghujan.
Lain lagi, prilaku mahasisiwa, bentuk kepedulian mereka tujukan dengan berbagia kegiatan social. Sebagai anak muda, tentunya mahasiswa hanya memiliki semangat dan keinginan yanga kauat yuntuk meringankan beban korban gempa. Mereka berlomba-lomba membuka posko bantuan. Yang banyak dilakukan mahasiswa adalah meminta sumbangan dijalan-jlan, selanjutnya didistribusikan kepada korban gempa. Banyak jalan-jalan protocol di kota padang yang tidak luput dari pantauan mahasiswa mereka rela berpanas-panas untuk meminta sumbangan. Tidak peduli dengan larangan polosi, atau banyak debu dari kenalpot kendaran yang bias membuat mereka sakit mata. Namun mungkit ini yang bias diberikan mahasiswa untuk menujukan kepedulian mereka terhadap korban. Disamping itu mereka banyak yang menjdi relawan kesehatan di masyarakat. Mungkin saja ada diantara mereka yang rela meninggalkan kuliahnya untuk sekedar mengabdi kepada masyarakat. Tetapi itulah uniknya mahasiswa, ada-ada saja yang mereka coba lakukan.
Media juga tidak tinggal diam dalam menghadapi bencana bias dikatakan media adalah sarana yang sangat berjasa dalam membantu masyarakat memperoleh indformasi. Bangun tidur, kita langsung mencari Koran dan menonton berita di TV. Koran-koran telah laku keras. Ditambahlagi tampilan dat-data yang akurat dan gambar-gambar yang langsung menyentuh kepedulian masyarakat dalam memberikan bantuan. Hamper semua halaman Koran tercatat pemberitaan tentang bencana ini mulai dari terjadinya gempa samapai pada menerima sumbangan dari berbagai khalayak. Media sangat efektif dalam mempromosikan kegaiatan-kegiatan masyarakat dalam memberikan bantuan. Juga ddalam memberikan informasi tentang jumlah korban yang tidak mendapatkan bantuan begitu juga dengan elektronik.
Berita-berita lain mulai hilang dari peredaran satu per satu. Misalnya saja berita hangat tentang terbakarnya istano pagaruyung yang menghebohkan itu. Dahulu semua mata tertujua kesitu, aliran bantuan segera berdatangan. Namun, mungkin saja momennya tidak tepat. Maka bantuan harus dialihkan kepada penangan gempa. Semua persedian masyarakt disumbangkan untuk gempa. Kerugian sudahj mencapai Rp 8 ratus miliara. Jumlah tersebuat baru kerugaian yang dialami, belum lagi dana yang dibutuhkan dalam memulihkan kembali dalam membangun perumahan dan mental masyarakat. Membutuhkan biaya yang sangat bnayk tentunya. Dari mana pemerintah Sumater Barat akan mendapatkan dana sabanyak itu. Terpaksa harus merevisi lagi APBD yang telah disahkan untuk menambah anggaran dalam penangan bencana ini.
Tidak ketinggalan, pengungsi juga banyak yang meminta sumbangan. Coba kita lihat di dekat posko-posko temapt kejadian. Banyak masyarakat yang meminta sumbangan setiap kendaraan yamg melintas selalu dimintai sumbangan. Apakah ini sudah menjdi kesepakatan atau hanya kehendak segelintir orang saja. Pertanyaannya adalah apakah bantuan yang selama ini diberikan pemerintah tidak mencukupi? Bagaimana dengan peran anggota dewan kita yang terhormat dalam menghadapi bencana ini. Sebagai orang politik dan wakil rakyat tentu mereka harus membantu meringankan beban masyarakat. Terutama masyarakat asal pemilihan mereka. Bias kit abaca di Koran banyak anggota DPRD yang telah menbirikan batuan kepada korban gempa di daerah pemilihan mereka masing-masing. Baik dari pusat maupun daerah. Sebagai wakil yang dipilih yang dipilih oleh rakyat tentu mereka memiliki sense of cricis terhadap penderitaan yang dialami masyarakat. Masing-masing partai telah mendirikan posko dan membentuk para relawan. Tidak tanggung, bolw up kegiatan ini dibuat secara besar-besaran. Mungkin saja, inilah saatnya memebar simpati kepada masyarakat.
Namun ditengah itu muncul kabar yang tidak enak, anggapan DPRD salah satu kabupatan di Sumatera Barat melakukan kunjungan kerja kedaerah lain. Kenapa kepergian mereka begitu dibesar-besarkan? Padahal itu adalah sudah menjadi tugas mereka yang harus diselesaikan apakah semua pekerjaan kita akan terhenti dengan bencana ini. Apakah kita akan larut dalam bencana ini? Tentu saja tidak. Barang kali jawabanya. Namun kenapa kepergian mereka sangat disayangkan? Semua berkomentar tentang kepergian ini. Memang selama ini perilaku dari anggota deawan yang terhormat ini sangat beragam. Ada-ada saja perilaku mereka ini. Ada yang berbuat asusila, ada yang demo minta kenaikan gaji, ada yang main judi, sampai pada ada yang kurang peduli dengan musibah yang menimpa masyarakat. Secara akal sehat tentunya kita tidak menerima, prilaku anggota dewan seperti itu. Namun kita juga jangan terlalu aprior dengan segala tingkah mereka. Banyak juga hal positif yang mereka hasilkan. Seperti bagainama kemakmuran dari masyarakat hampair bergadang tiap malam untuk rapat memikirkan yang terbaik bagi masyarakat. Ditambah lagi banyak peraturan yang mereka buat. Anggota dewan juga manusia.
Semua yang kiata lakukan dalam bencana ini tentunya akan dinilai oleh Tuhan. Sejauh mana keiklasan kita dalam membantu. Tidak usah terlalau overekting. Mari kita sama-sama membantu. Wasalam.

BENCANA DAN KEMISKINAN

BENCANA DAN KEMISKINAN
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang, Rabu, 24 Januari 2007)

Memasuki tahun 2007 ini, bencana dan kemiskinan menjadi pemberitaan hangat untuk dibicarakan. Kedudukannya selalu mendapat perhatian dan komentar dari berbagai kalangan.
Ibarat juara bertahan bencana dan kemiskinan tetap menjadi primadona, menghiasi masalah kebangsaan paska tahun 2006.
Bahkan hampir mengalahkan berita besar lainnya seperti pemberantasan korupsi, pelanggaran HAM, isu poligami, kenaikan gaji anggota DPRD serta isu-isu politik lainnya.
Bencana seakan datang silih berganti, seiring dengan hangatnya isu kemiskinan di negara kita.
Bencana dimulai dengan kehilangan KM Senopati Nusantara di laut Mandalika, ratusan penumpang hilang. Kemungkinan hilangnya pesawat Adam Air Boing 737-400 tanggal 1 Januari. Sampai saat ini baru serpihannya yang ditemukan.
Di Sumbar sudah terjadi juga banjir di beberapa daerah di Pesisir Selatan yang menyebabkan trauma masyarakat. Selanjutnya musibah longsor di Dusun Rimbo Takuruang, Kecamatan V Koto Timur, Padang Pariaman. Sementara wabah flu burung terus meinta korban. Sebelumnya tingkat kematian dalam kasus ini cenderung meningkat tajam dari tahun ke tahun.
Ditambah lagi dengan belum selesainya penanggulangan bencana Lumpur Sidoarjo oleh pemerintah.
Terakhir kita dikejutkan oleh terjadinya gempa di Manado dan Ternate yang telah membuat panik warga karena adanya isu tsunami. Jika bencana ini terus berlanjut maka anggaran akan banyak tersedot untuk penanggulangannya.
Ini terbukti dengan dimasukkannya penanganan bencana ke dalam agenda kalender politik Januari-Maret 2007 pemerintahan pusat.
Nampaknya tahun ini menjadi awal yang buruk bagi bangsa kita, bancana muncul secara bergantian. Pemerintah seakan dihadapkan pada kondisi yang sulit.
Kondisi ini diperparah dengan adanya manufer-manufer beberapa pensiunan jenderal yang cenderung menyudutkan pemerintah. Juga pentolan-pentolan mantan-mantan aktifis yang berkeinginan mencabut mandate pemerintah yang sah sebagai bentuk ketidak puasan mereka terhadap kinerja pemerintahan saat ini.
Bencana atau musibah bukanlah kehendak kita semua. Tidak ada satupun manusia yang akan mau tertimpa musibah, karena akan mendatangkan kerugian, kesengsaraan, bahkan penderitaan berkepanjangan. Dan tentu saja akan menimbulkan kemiskinan-kemiskinan baru di masyarakat.
Dengan terjadinya bencana dapat dipastikan akan meningkatkan angka kemiskinan. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana ini.
Seperti rusaknya lahan pertanian masyarakat, jalan, perumahan dan sarana penunjang perekonamian masyuarakat lainnya. Padahal pertanian, perkebunan, perikanan, dan informal perkotaan merupakan sarana lapangan usaha dalam pengentasan kemiskianan.
Jika itu terjadi maka anak-anak tidak akan nyaman di dalam mengikuti pelajaran di sekolah, para orang tua akan terhambat langkahnya dalam mencari rezeki hingga akan ada sebagian mahasiswa terlambat untuk menamatkan kuliahnya.
Kemudian akan menambah jumlah orang yang tidak menamatkan pendidikan. Selanjutnya akan meningkatkan pengangguran dan kemiskinan. Menurut BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan dau kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan bepergian, tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.
Merujuk pengertian kemiskinan tadi maka sudah dapat dikatakan bahwa angka kemiskinan bertambah dengan terusnya terjadi bencana.
Bertambahnya orang miskin karena bencana harus segera dicarikan solusinya. Sekarang, orang menjadi miskin bukan sekedar karena melonjaknya bahan-bahan pokok, pertumbuhan ekonomi yang rendah tetapi mulai bergeser kepada akibat terjadinya bencana. Banyak dampak yang akan ditimbulkan dalam penaggulanagan bencana ini.
Tetapi yang paling penting tentunya menyelamatkan koraban jiwa, baik ketika saat bencana terjadi maupun sudah berlalu bencana itu akan banyak menimbulkan permasalahan. Seperti kesehatan, perumahan, pelayanan sampai pada ,mengembangkan tingkat kesejahteraan masyarakat seperti semula.
Untunglah kementrian koperasi kesejahteraan rakyat pada tahun 2007 menfokuskan agenda pemerintahan pada tiga bidang, yaitu pengurangan kemiskinan, pengangguran, peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan serta peningkatan rasa aman.
Khusus pengurangan kemiskinan dan pengangguran akan menyedot dana 4 triliun lebih melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).
Semoga dengan dana sebanyak itu pemerintah mampu untuk menanggulangi tingkat kemiskinan, termasuk dengan terjadinya bencana ini. Di samping itu, pemerintah daerah harus memiliki agenda dalam penanganan bencana dan aspek lainnya yang ditimbulkan, termasuk munculnya kemiskinan baru.
Karena terjadinya bencana tidak dapat diduga maka sudah selayaknya dibuat perencanaan dalam penanggulangannya. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya resiko terburuk akibat bencanan tadi.

BISAKAH KNPI INDEPENDEN?

BISAKAH KNPI INDEPENDEN?
Oleh Revi Marta Dasta
(Haluan. Rabu, 28 Maret 2007)

Masalah independensi selalu menjadi diskusi yang menarik dalam setiap kali diadakan acara debat bedah visi kandidat ketua KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Sumatera Barat tahun 2007-2010. Tidak hanya independensi secara perseorangan, independent secara organisasi lebih banyak mendapatkan sorotan tajam dari para peserta debat. Menurut mereka, selama ini KNPI cendrung terkooptasi dengan berbagai kepentingan. Tidak mampu menjadi organisasi yang independent selayaknya generasi muda yang mandiri dan tidak mau dikatakan sebagai organisasi kaum muda yang berisi orang tua. Maksudnya orang muda yang berpikikr tua, begitu kata peserta. Para kandidat seakan dibasuah oleh peserta yang berasal dari perwakilan KNPI, OKP, dan undangan lainnya.

Namun kandidat tentu sudah tahu, lewat pengalaman belum selama ini. Tentunya hal itu tidak menjadi persoalan. Memang seperti itulah pemuda. Disini nampak sekali semangat muda dari para pemuda. Berbagai masukan yang sangaat berarti bagi perjalanan KNPI untuk tiga tahun ke depan.

Sebenarnya, sangat wajar bila harapan untuk melepaskan KNPI dari berbagai kepentingan perlu dilakukan.

Mengingat KNPI akan banyak bersentuhan dengan segala kepentingan-kepentinga perseorangan atau kelompok. Sulit bagi KNPI pada saat ini untuk bisa bersikap netral. Salah satu banyaknya OKP yang berhimpun di dalamnya, baik dari organisasi kemahasiswaan yang berlatar belakang organisasi politik. Tentu sangat syarat dengan berbagai kepentingan. Apabila ada momen-momen penting di daerah ini, seperti pilkada. Setidaknya akan membawa pengurus untuk terlibat didalamnya. Terutama bila ada yang menjadi tim sukses para calon, apakah calon presiden, calon gubernur, calon bupati, atau wali kota sampai pada calon wali nagari.

Prilaku ini akan terbawa ke dalam pengurus. Ditambah lagi dengan tingginya tingkat ketergantungan KNPI terhadap dana pemerintah. KNPI seakan tidak mampu melakukan aktifitas-aktifitas apabila tidak ada uluran dana dari pemerintah. Sehingga tingkat ketergantungan terlalu tinggi. Sementara KNPI harus melakukan control terhadap kebijakan pemerintah. Apa mnungkin KNPI mampu untuk independent? Jawabnya sangatlah berat.

Menurut sepengetahuan penulis, bahwa independensi itu terbagi dua, yaitu independensi secara etis, yaitu sikap secara pribadi yang harus dilakukan berpijak pasa kebenaran. Kebenaran menurut kita adalah sesuatu yang relatif. Masing-masing kita akan berbeda menaksirkan sebuah kebenaran. Benar menurut kita belum tentu benar menurut orang lain. Bisa saja yang kita katakan benar jadi salah menurut orang lain. Karena manusia adalah makluk yang terbatas tidak luput dari kesalahan dan cendrung khilaf. Maka kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan.

Sebagai penguasa di bumi ini, manusia tentunya pilihan terakhir kita untuk menentukan suatu kebenaran adalah menanyakan pada hati nurani. Sebab untuk membuktikankan sebuah sikap dan pilihan kegiatan yang kita lakukan sangat bergantung pada hati nurani. Tanya hati nurani begitu kata orang. Makanya jangan main-main dengan hati nurani. Tuhan sudah memberikan hati nurani. Apakah membunuh orang itu sesuai dengan hati nurani? Tentu tidak, karena setelah membunuh orang akan dihantui ketakutan, paling dekat dan dikejar oleh sanak saudara korban, dikejar polisi atau jangan-jangan dikejar arwah korban yang gen tayangan sampai takut nantinya diminta pertanggu jawaban oleh Tuhan. Sebab dalam hati nurani terkandung nilai-nilai kemanusiaan. Saling menghargai kemanusiaan seseorang. Di sini ada nilai saling mengsihi, menghormati, kebersamaan, tidak saling menyakiti, saling membantu dan sebagainya. Sudahkah kita menggunakan hati nurani dalam melakukan segala aktifitas kita. Pernahkah kita bertanya pada hati nurani tentang apa saja yang sudah kita lakukan untuk organisasi kita. Pernah kita mengangkangi konstitusi yang sangat kita hormati itu. Tanya pada diri kita masing-masing apakah itu terjadi maka organisasi akan mengutuk kita, tidak akan ada penghormatan sedikitpun pada kita. Maka perlu sekali-kali merenung sudah independenkah kita dengan sikap kita?

Kedua adalah independensi secara organisatoris, bahwa secara organisatoris KNPI juga harus independent tidak terjadi kepada kepentingan tertentu. Tidak mencoba menjual organisai. Untuk meminimalisir semua itu tentunya dari awal harus ada upaya untuk melepaskan dari segala ketergantungan. Baik kepada pemerintah maupun kelompok-kelompok lainnya. KNPI harus mampu berdiri, mampu menghidupkan dirinya sendiri sehingga tidak lagi ada rasa ragu dalam bertindak.

Menjadikan organisasi yang mandiri adalah pekerjaan sulit. Tidak cukup dengan banyak teori tetapi butuh pengalaman dan jam terbang yang tinggi. Setidaknya hal itu sudah tergambar dari pemaparan para kandidat ketua KNPI.

Semoga kandidat mampu mewujudkan semua itu maka kedepannya KNPI akan mampu untuk mandiri dan terlepas dari kepentingannya. Kemandirian sangat diperlukan agar KNPI bias independent.selama KNPI tidak mampu mandiri dari segi keuangan maka KNPI selamanya tidak akan pernah independent dalam bersikap.

BAGAIMANA DENGAN EKSEKUTIF ?

BAGAIMANA DENGAN EKSEKUTIF ?
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Rabu, 31 Januarai 2007)

Saat ini, mastarakat kita tengah dihebohkan dengan PP 37 tahun 2007 tentang kenaikkan tunjangan pimpinan dan anggota dewan yang terhormat. Sebuah kewajaran apabila kritikan itu lahir ditengah kondisi masyarakat yang masih banyak dihinggapi oleh kemiskinaan dan pengangguran.
Tidak sepatutnya kenaikan tersebut dilakukan karena akan banyak menyedot anggaran pendapatan belanja di daerah. Di tambah lagi dengan kecenderungan lembaga-lembaga lain seperti eksekutif, badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah yang cenderung menimbulkan kerugian Negara.
Selama ini, prilaku eksekutif dalam melakukan pengelolaan Negara jarang sekali mendapatkan sorotan dan kritikan. Masyarkat lebih cenderung untuk melakukan kritikan terhadap lembaga legislatif.
Padahal eksekutif juga merupakan lembaga yang harus dilakukan koreksi terkait dengan kasus korupsi yang dilakukan. Menurut laporan ICW actor yang paling banyak melakukan korupsi adalah lembaga eksekutif dibanding dengan lembaga lainnya (Singgalang, 28 Januari 2007) kemudian disusul dengan DPRD serta di badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah yang cenderung menimbulkan kerugian Negara.
Berdasarkan data tadi, secara diam-diam eksekutif juga ikut melakukan banyak tindakkan penyelewengan. Rasanya tidak sepantasnya eksekutif sebagai kpengelola Negara berbuat seperti itu. Apabila disetiap daerah, lebih dari setengah anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) habis untuk membayar gaji pegawai. Sementara masih banyak masyarakat yang sering mengeluh dengan pelayanan yang diberikan oleh penyelenggaran Negara.
Banyaknya program-program yang dibuat oleh pemrintah saat ini, seperti program pengentasan kemiskinaan dan pengangguran menjadi ujian selanjutnya bagi lembaga eksekutif. Terbuka lebar bagi penyelenggara Negara dalam melakukan penyelewengan program ini apabila tidak diiringi dengan manajemen yang baik. Untuk itu perlu kritikan dan masukkan dari segenap elemen masyarakat agar program-program pemerntah yang telah dibuat dapat berhasil dengan maksimal.

SEPAK BOLA DAN NASIONALISME

SEPAK BOLA DAN NASIONALISME
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Jumat, 20 Juli 2007)

Akhirnya Tim Nasional (Tim Nas) sepak bola indonesia harus tersingkir setelah dikalahkan Korea Selatan 1-0 dalam kelanjutan babak penyisihan piala asia 2007. Tentu kita amat besedih dengan kegagalan tim nas kita kali ini. Sebabnya sebelum, anak asuhan Ivan Kolev ini berada pada posisi puncak, sekaligus memberikan sebuah harapan kepada masyarakat Indonesia terutama pencadu bola pada penampilan perdananya.

Penampilan tim nas dengan mengalah Bahrain 2-1 pertandingan pertama teleh memberikan semangat baru bagi dunia sepak bola Indonesia. Ada sebuah anggapan bahwa permainan sepak bola Indonesia sudah berubah dan mengalami peningkatan.

Tidak hanya penggemar sepak bola tetapi, hampir seluruh masyarakat Indonesia dengan kemenangan itu. Melihat penampilan cemerlang tim nas tersebut, berbagai dukungan datang silih berganti dari berbagai komponen masyarakat baik yang disampaikan dalam media cetak dan elektronik maupun secar lansung kemarkas tim nas untuk memberi semangat.
Belum lagi banyanya para donator yanga akan memberikan bonus kepada pemain jika meraih kemenangan intinya meraka sangat menaruh hapapan sebagai perwujudan rasa nasionalisme mereka.

Mereka yang memberikan supor itu tidak hanya masyarakat biasa tetapi pejabat sekelas dan wakil presiden. Kita melihat bagaimana wakil presiden Yusuf Kalla datang ketempat latihan pemain tim nasional memberikan semangat.

Begitu juga dengan presiden SBY ditengah kesibukan dalam mengurus Negara ini tapi, beliau masih menyempatkan diri menonton sepak bolan ketika Indonesia menghadapi Arab Saudi. Walaupun kalah, presiden tetap memuji tim nas kita.

Tentunya kita jadi bertanya gejala apa yang muncul dengan adanya piala asia ini benarkah kemenangan tim sepak bola Indonesia akan membangkitkan rasa nasionalisme kita sebagai sebuah bangsa ataukah rasa itu hanya euphoria semangat. Artinya setelah pertandingan piala asia ini selesai maka selamat tinggal nasionalisme Indonesia atau malah setelah ditinggalkan dengan Korea Selatan rasa nasionalismae itu hilang begitu saja.

Memang dewasa ini pemerintah mengalami dalam membangun rasa cinta tanah air terhadap rakyatnya sendiri kondisi ini bisa dilihat beberapa obsi separatiasme yang mulai mengerogoti semangat nasionalisme itu. Sementara momen-monem dalam membangkitkan rasa nasionalisme itu tidak juga muncul.

Belum ada tokoh yang mampu membangkitkan itu. Bila boleh mencotoh Soekarno yang gagah berani menyatakan keluar dari PBB dan pemberani mengacam Malaysia karena telah meremehkan Indonesia terleps dari polemic atas sikap soekarno itu tetapi beliau sudah bisa membangkitkan semangat nasionalisme kita saat ini.

Sekarang karena banyak sekali terpesona yang mendera bangsa ini, tidak dapat dipungkiri akan menyurutkan semangat nasionalisme itu. Kita lagi tidak bangga dengan bangsa sendiri. Orang dengan mudah saja mencampuri urusan dalam negeri kita. Tidak ada rasa segan meraka terhadap kita yang berpenduduk empat besar di dunia ini.

Apakah kita tidak ada harganya dimata mereka. Sehingga mereka enak saja memapung para orang yang nyata-nyata terlibat separatisme seperti kejadian Papua. Atau Negara kecil mungil Singapura yang sudah pandai pula menggertak kita.

Selayaknyalah kita belajar ke Brazil, sebauh Negara yang hampir sama kondisi ekonomi dan sosialnya dangan Indonesia. Brazil mampu membuat sebuah trade mark bagi bangsanya, yaitu rajanya sepak bola. Orang mengenal Brazil denagn sepak bola.

Samapai saat ini Negara Brazil tetap menjadi idola setiap orang di dalam maupun di luar Brazil. Orang lebih kenal dengan Ronaldo, Ronaldinho atau Robinho dibanding dengan presiden Brazil. Begitulah Brazil membangkitkan rasa nasionalismenya.

Memang unik, ternyata sepak bola tidak lagi menjadi sebatas oleh raga, tetapi, sudah menjadi gengsi dan pertaruhkan harga diri bangsa. Brazil adalah Negara yang konsisten melahirkan pemain-pemain muda. Tiap tahun Brazil menjadi menyulapi pemain sepak bola di dunia ini.
Liga Eropa sebagai liga terbaik di dunia hampir semuanya dipenuhi oleh pemain Brazil. Tidak bisa dibayangkan berapa uang yang mengalair ke negaranya. Intinya orang jadi segan dengan Negara Brazil.

Nah, sekarang kita bangsa Indonesia bagaimana? Apa yang bisa kita banggakan sebagi sebauh bangsa. Jika sepak bola bisa mengakat harga diri bangsa rasanya tidak mungkin. Sebab di Asia Tenggara saja kita kalah bersaing dengan Negara tetengga seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Sekarang malah Negara kecil, singapura sudah pula mulai mengacam kita.

Akhirnya mari kita jadikan sepak bola sebagai pemabangkit rasa nasionalisme bangsa. Banyak harapan tertumpang kepada pemain sepak bola kita. Walupun kita dikalahkan Korea Selatan, tetapi semagat kita jangan sampai luntur. Ingat sembentar lagi hari kemerdekaan, mari kita jadikan sebagi momen membangkitkan nasionalisme. Kedepan sepak bola perlu diurus lebih serius lagi.

MAHASISWA DAN KEPEKAAN SOSIAL

MAHASISWA DAN KEPEKAAN SOSIAL
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Selasa, 30 Januari 2007)


Menjadi mahasiswa adalah idaman setiap generasi muda. Dengan berstatus mahsiswa banyak kesempatan akan diperoleh untuk mengenbangkan potensi diri. Untuk dapat menjadi mahasiswa tentu tidak mudah selain kepintaran juga dibutuhkan ekonomi yang memadai. Mahasiwa seakan langsung mendapatkan status terhormat dalam masyarakat sebagai intelektual muda yang energik.
Semasa menjadi mahasiswa kita akan diperkenalkan berbagai macam ilmu pengalama baru yang dahulunya belum didapakan sebelum menjadi mahasiswa. Ilmu yang didapatkan tentunya akan bertambah sesuai dengan jenis pendidikan yang diambil. Tetapi yang lebih penting adalah pengalaman-pengalaman baru yang akan menjadi cikal bakal pembentukan karakter sebagai generasi muda cerdas.
Mahasiswa akan dilatih untuk bersikap, bertindak, berkomunikasi dengan benar, menghargai orang lain, melakukan lobi-lobi serta membiasakan diri untuk mengabdikan ilmu dan pengalaman tersebut kepada masyarakat paska ,enjadi mahasiswa. Berbagai embel-embel melekat ditubuh mahasiswa sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadapa kekeloporan yang menjadi identitas perjuangan mahasiswa. Mulai dari agenda of change, social control, moral forece, kaum intelektual dan sebagainya.
Embel-embel tersebut tentunya tidak dating begitu saja, tetapi diberikan lewat proses panjuang yang melewati berbagai periode pergerakan bangsa yang selalu melibatkan mahasiswa dan pemuda.
Mahasiswa selalu menjadi pilar utama dalam setiap perubahan yang ada di negeri ini. Sejarah mencatat bagaimana semangat pemuda mendesak soekarno hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia 17 Agustua 1945, sebagai pelopor Orde Baru lewat aksinya menumbangkan kekuasaan Soekarno tahun 1966, sampai menumbangkan rezim otoritarian Soeharto Mei 1998. Wajar bila hariman siregar tokoh malaria mengatakan bahwa kekuatan mahasiswa adalah pilar ke lima demokrasi.
Mana yang lebih penting dari semua iru adalah sikap kepekaan yang harus dimiliki setiap mahasiswa melihat gejala-gejala sosial yang cendrung menyudutkan kepentingan masyarakat. Keelokaan ini harus secara nyata dilakukan sebagai tanggung jawab mereka mewakili kaum muda tersisik yang telah mendapat legitimasi penghargaan dengan berbagai embel-embel dari masyarakat.
Banyak persoalan uang harus menjadi sorotan mahasiswa dalam rangka mewujudkan perannya sebagai agen perubah terhadap kebikakan salah yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya. Mahasiswa harus melakukan advokasi terhadap penindasan yang dilakukan oleh kekuasaan yang zalim terhadap rakyatnya. Menurut Arbi Sanit ada beberapa hal yang menyebabkan mahasiswa harus peka terhadap permasalahan sosial di masyarakat di antaranya pertama, mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik mempunyai pandangan luas untuk bergerak di antara lapisan masyarakat. Masyarakat terlanjur percaya dengan kemampuan mahasiswa menjadi agenda pelopor perubahan dikomunitas mereka berada.
Dengan lamanya pendidikan yang dilalui, mahasiswa juga memiliki proses sosialisasi politik terpanjang diantara angkatan muda lainnya. Dengan demikian mahasiswa akan mudah berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Diharapkan mahasiswa dapat menjadi problem solver terhadap permasalahaan yang mendera masyarakat. Kedua, kehidupan di kampus membentuk gaya hidup unik dikalangan mahasiswa. Mereka diajarkan untuk berakulturasi dengan sosial budaya yang belum mereka kenal. Mereka menemukan akan disuguhkan oleh budaya baru untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman mereka. Ketiga, mahasiswa sebagai kalangan kaum muda sebab mahasiswa akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan struktur ekonomi dan memiliki keistimewaan tertentu dalam masyarakat. Keempat, mahasiswa sering terlibat dalan pwmikiran perbincangan dan penelitian membahas masalah masyarakat yang menumgkinkan mereka tampil dalan forum ilmiah yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karir sesuai dengan sidang keahliannya.
Mahasiswa harus memiliki akselerasi dalam menentukan strategi gerakan memaknai kepekaan masalah sosial tadi. Sebaiknya mahasiswa memilih wilayah transformatif dan misi korektif. Maka untuk mewujudkan misi tersebut yang harus dilakukan mahasiswa secara pribadi adalah memiliki paradigma yang perspektif motivasi tinggi untuk maju, potensi sebagai pelaku perubahan sosial, disiplin dan etos kerja yang tinggi komitmen kebersamaan yang tinggi dan mencerninkan manusia modern yang berbudaya.
Untuk melakukan sebuah perubahan tidak cukup dengan mengandalkan kemampuan pribadi tetapi yang lebih penting perlu ditunjukan oleh kemampuan dalam membangun organisasi yang solid. Menurut Agussalim Sitompul, yang perlu diagendakan mahasiswa secara institusi adalah pertama, Studying bahwa mahasiswa harus melakukan pengkajian penelitian dan pembangunaan secara intensiaf sesuai dengan tuntutan zaman, waktu, keadaan, dan tantangan mahasiswa hari ini. Kedua, Capacity Building, yaitu penguatan dan pengembangan sumber daya manusia sebagai potensi dasar yang memungkinkan mahasiswa untuk tetap eksis. Ketiga, Voicing yaitu bagaimana mahasiswa melakukan interaksi secara eksternal dengan lingkungannya. Keempat, Nertworking, yaitu kemampuan mahasiswa mencari patner dalam memainkan peranya untuk ikut peka dengan kondisi sosial masyarakat.
Dengan telah dilakukanya keempat agenda tadi maka mahasiswa akan mampu mewujudkan tanggung jawabnya dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur dan sejahtera. Sudah sepatutnya dipersiapkan kapasitas dan kapabilitis sedini mungkin. Membaca, menulis dan diskusi adalah kunci sukses intelektual mahasiswa dalam mengawalkan perubahan.

MELIHAT KEMBALI REFORMASI

MELIHAT KEMBALI REFORMASI
Oleh Revi Marta Dasta
(Haluan. Senin 28 Mei 2007)

Pada bulan Mei ini kembali kita diingatkan oleh sejarah kelam yang pernah terjadi di negeri ini. Sejarah fenomenal itu adalah pengunduran diri Soeharto dari jabatannya sebagai presiden setelah berkuasa selama 23 tahun lamanya. Tidak ada yang menyangka bahwa kekuatan masyarakat mampu melakukan itu, padahal jika coba menganalisis, kekuatan Soeharto masih kuat saat itu. Tetapi sejarah bercerita lain, kekuatan masyarakat yang terorganisir ternyata mampu menumbangkan rezim otoritarian Soeharto. Soeharto dan koloninya dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap berbagai krisis ekomoni, sosial maupun krisis kepercayaan yang berakibat bangsa ini berada diambang kehancuran. Selanjutnya peristiwa itu dimanakan sebagai hari reformasi. Atau hari penuh perubahan.

Keberhasilan perjuangan reformasi menurunkan Soeharto diraih dengan tidak mudah, tetapi butuh banyak pengorbanan, baik tenaga, harta maupun nyawa. Kondisi ini dapat diketahui dengan berbagai peristiwa memilukan yang banyak terjadi menjelang Soeharto turun tahta. Diantaranya penjarahan massal, perkosaan, penculikan maupun pembunuhan yang telah menimpa anak bangsa ini.

Sampai saat ini kasus-kasus itu masih belum terungkap kepermukaan sehingga menimbulkan kekecewaan. Seakan kasus tersebut sudah hilang dari sejarah, meskipun presiden demi presiden telah berganti. Namun, yang dikemaukan oleh keluarga korban adalah sikap frustsi dan kemarahan.

Mereka hanya diberi janji kosong oleh pemerintahan. Nampaknya belum ada kepastian hukum yang mampu menjamin keamanan warga Negara dari berbagai bentuk teror.

Kilas Balik Reformasi
Jika kita kembali melihat masa-masa awal tumbangnya Soeharto, ada tiga kelompok dalam masyarakat bangsa kita yang berbeda pendapat dalam memandang tuntutan reformasi. Pertama, masyarakat yang menghendaki reformasi total, artinya sangat mendasar dan menghendaki revolusi. Kedua, kelompok masyarakat yang menganggap reformasi ini sebagai kekuatan besar. Ketiga, arti reformasi atau yang lebih dikenal sebagai staus Quo.

Kalau dilihat fenomena politik sepanjang 30 tahun pemrintahan Soeharto, kita memahami tuntutan reformasi total itu. Akan tetapi, yang namanya perubahan itu tidak akan datang begitu saja. Perubahan itu adalah sesuatu yang diperjuangkan. Oleh sebab itu, ada sejumlah prasyarat bagi munculnya perubahan itu. Secara umum prasyarat itu adalah apakah masyarakat itu memang siap untuk melakukan perubahan. Ada tiga hal yang menjadi acuan dalam melihat kesiapan masyarkat untuk perubahan. Pertama, adalah organisasi. Apakah ada organisasi masyarakat yang solid mengagendakan perubahan. Kedua, adalah kepemimpinan. Apakah ada pemimpin atau tokoh masyarakat yang bisa menjadi symbol sebagai perubahan itu atau yang bisa menyatukan begitu banyak kelompok dalam masyarkat. Dan yang ketiga tentu saja adalah idiologi mengenai perubahan. Ada satu idiologi mengenai perubahan yang disepakati oleh masyarakat yang menginginkan perubahan itu. Yaitu perubahan untuk meninggalkan apa? Dan mau kemana?

Masalahnya adalah di dalam masyarakat kita, ketika Soeharto jatuh, kita belum punya ketiganya. Tidak ada organisasi yang solid yang menjadi payung bagi kekuatan-kekuatan sosial yang ada. Tidak ada pemimpin yang menjadi tokoh bagi pemimpin yang ada, dan juga tidak ada idiologi perubahan itu sendiri yang solid. Inilah problem yang dihadapi kelompok pertama. Oleh karena itu, semangat kelompok pertama menghendaki perubahan radikal atau total, memang ketiga-tiganya gagal. Sebab situasi masyarakatnya tidak mendukung. Lihat saja misalnya, pemimpin oposisi atau pemimpin masyarakat yang namanya Gus Dur, Amien Rais, Megawati dan lain-lain. Sampai detik ini tidak bisa saling bekerja sama. Hal ini membuktikan tidak ada satu tokoh yang menjadi panutan bagi semua tokoh. Apa yang kita alami saat ini adalah reformasi bertahab yaitu kelompok kedua. Dengan pertimbangan yang realistis, apa yang boleh buat reformasi dimulai dengan pemilu yang dipercepat.

Tapi yang jelas adalah bahwa reformasi yang sikapnya radikal tidak begitu mendapatkan dukungan masyarakat, ketimbang reformasi yang sifatnya bertahap. Pemilihan yang kedua pun sebenarnya belum mampu sepenuhnya menyelesaikan krisis ekonomi yang sampai saat ini masih kita alami.

Pro Kotra Reformasi
Memasuki usianya yang kesembilan proses reformasi di Negara ini mendapatkan tnaggapan yang beragam dari masyarakat, baik yang puas maupun tidak puas. Ada sebagian orang menyesalkan reformasi ini terjadi. Namun, sebalik ada juga orang sangat diuntungkan dengan terjadinya reformasi. Menurut pendapat penulis ada dua versi yang mungkin bisa kita jawab. Pertama, orang yang puas dengan reformasi. Keadaan ini dapat dilihat sekarang, betepa banyak partai politik yang lahir. Orang yang selama ini kalah bersaing ketika zaman Orde Baru, sekarang sudah bisa berkuasa dan menikmati nikmatnya kursi empuk kekuasaan. Baik mereka yang menjadi anggota DPR, maupun eksekutif. Karena memang di dalam reformasi ini, kebebasan dibuka selebar-lebarnya. Orang yang selama ini takut mengkritik, sekarang tidak sungkan-sungkan lagi untuk melakukan itu. Rakyat sudah mampu mengkritik pemimpinnya, begitu juga dengan pemimpin, mereka sudah dari awal mempersipakan diri untuk dikritik sebelum berkuasa. Sehingga orang yang akan menjadi pemimpin harus berfikir berulang kali untuk berkuasa. Wadah untuk mengkritik juga sudah disediakan, seperti media cetak maupun media elektronik. Kedua media itu menyajikan berita secara akurat tanpa ditutupi seperti dulu lagi.

Kedua, orang yang tidak puas dengan reformasi. Mereka adalah orang yang berdiri dalam status Quo, dan tentu tidak tinggal diam begitu saja dengan kondisi ini.

Berbagai cara juga akan mereka tempuh agar reformasi ini gagal di tengah jalan. Di lain fihak rakyat kecil tentu sangat merasakan sekali akibat dari reformasi.

Sebab orang kecil selaku mendapatkan akibat dari perubahan yang dilakukan orang-orang besar. Selama ini yang dibutukan mereka hanyalah persoalan makan dan keamanan. Nah sekarang yang kedua ini yang telah hilang.

Coba kita lihat, begitu banyak terjadi tindakan kriminal. Pembunuhan diman-mana. Begitu juga dengan pengedaran narkoba yang cukup memprihatikan. Belum lagi banyak dari masyarakat yang kurang gizi dan kelaparan. Tentu menjadi pertanyaan bagi kita, beginikah hasil dari reformasi ini?

Jawabnya tentu kita harus kembali kepada istrumen-istrumen yang menyebabakan reformasi itu berjalan dengan baik. Yaitu harus memiliki organisasi yang solid, pemimpin yang bisa mengatur semua pihak dan memiliki idiologi perubahan. Jika, tidak kembali menkaji hal ini, maka reformasi akan jalan di tempat.

MENGGAGAS VISI SUMBAR 2020

MENGGAGAS VISI SUMBAR 2020
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Senin, 28 Mei 2007)


Gagasan brilian tentang kebangkitan masyarakat Minangkabau, kembali dilontarkan oleh Gubernur Sumatera Barat, Gaumawan Fauzi. Beliau berkeinginan agar tahun 2020 nanti Sumatera Barat mampu bangkit dari keterpurukan selama ini. Untuk itu, perlu pertemuan-pertemuan rutin dari berbagai komponen masyarakat dalam merumuskan strategi tersebut. Jika, hal itu sudah rampung maka ke depannya visi gubernur yang akan menjabab nantinya akan disesuaikan dengan visi 2020 ini. Artinya, tidak mesti tiap tahun RPJM itu dibuat berdasarkan visi gubernur terpilih, tetapi sudah mengacu pada visi yang telah direncanakan dalam pertemuan-pertemuan tersebut.

Ide cerdas ini disampaikan Bapak gubernur ketika saya menghadiri pertemuan ulama, ormas Islam, dan OKP di kantor gubernur belum lama ini. Masing-masing ulama dimintak komentarnya oleh gubernur dalam menapapi visi Sumbar 2020. Artinya, para ulama menyiapkan konsep keagamaan Sumatera Barat hingga tahun 2020 sehingga dapat menjadi acuan nantinya. Kalau perlu konsep ini ada setiap kabupaten atau kota, kecamatan dan nagari-nagari.

Di dalam kesempatan tersebut, gubernur menyampaikan kegalauan tentang banyaknya orang yang tidak sepakat dengan beberapa agenda pemerintah, padahal sudah disepakati secara bersama-sama. Seperti pembangunan kembali Istano Pagaruyung yang menimbulkan pro dan kontra, maupun pembangunan mesjid raya. Setiap yang kita lakukan selalu salah, begitu juga beberapa komentar yang mencoba menjelek-jelek orang Minang di luar. Gubernur merasa prihatin dengan keadaan ini.

Masyarkat sepertinya ditakuti oleh beberapa komentar miring dari sebagian orang. Masyarakat terlalu dipersalahkan akibat turunya bencana, nanti kita khawatir masyarakat akan apriorit dengan keberadaan Tuhan. Sudah hitam kening kita untuk beribadah namun Tuhan masih saja murka. Hal ini tentu saja akan menjadi senjata ampuh bagi pihak lain. Kalau kondisi ini terhasut-hasut terus maka ceritanya akan berbeda. Orang lain yang tidak berkepentingan akan mudah masuk. Tuhan kamu itu tidak penyayang, kamu sudah capek sholat, beribadah tetapi masih diberi bencana oleh Tuhan pindah saja ketuhan kami, Tuhan kami pengsih katanya. Kita khawtir hal seperti itu akan terjadi di masyarakat kita. Kondisi perlu menjadi renungan bagi kita semua, jangan selalu mencari kesalahan orang lain. Setidaknya seperti itu yang saya tangkap dari pemaparan Bapak Gubernur.

Mengenai masalah mensejahterekan masyarakyat, harus gubernur pada zaman moderen ini seperti Umar Bin Khatab yang mengantar gamdum pada masyarakat karena tidak memiliki makanan. Bukankah sekarang kita sudah punya menajemen moderen. Sudah ada dinas-dinas dan biro-biro yang mengurus itu semua, jangan selalu mencari kesalahan orang lain. Setidaknya seperti itu yang saya tangkap dari pemaparan Bapak Gubernur.

Satu lagi kegalauan gubernur adalah selama ini masyarakat tidak pernah melakukan pujian terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah. Ada-ada saja yang memburukan pemerintah, kenapa pujian itu tidak pernah datang? Hasil senada juga disampaikan oleh wartawan senior, Fachrur Rasyid. Beliau mengatakan bahwa selama ini ulama atau ustad-ustad yang berceramah di mesjid selalu menakuti masyarakat, jarang sekali memuji dan menghargai. Misalnya penghargan terhadap kedatangan masyarakat ke mesjid. Masyarakat sudah datang ke mesjid saat ini sudah untung, tetapi ketika di mesjid mereka malah ditakut-takuti.
Menurut Bapak gubernur untuk merumuskan itu semua harus dilakukan duduk bersama segenap elemen masyarakat. Demikian terima kasih.

PADANG TUAN RUMAH KONGRES HMI KE- 26 TAHUN 2008 ?

PADANG TUAN RUMAH KONGRES HMI KE- 26 TAHUN 2008 ?
Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Rabu, 7 Maret 2007)

Keinginan kader dan keluarga besar Himpunana Mahasiswa Islam (HMI) se-Sumatera barat menjadikan kota Padang sebagai tuan rumah kongres ke-26 semestinya perlu didukung oleh semua pihak mengingat jadwal penentuan tempat yang semakin dekat. Sangat diharapkan sekali dukungan dan bantuan yang bersifat konkrit dari anggota HMI, alumni HMI, pemerintahan propinsi Sumatera Barat dan pemerintahan Kota Padang serta pemerintah kota dan kabupaten. Menurut jadwal yang disusun oleh pengurus besar (PB) HMI, pada akhir bulan April 2007 ini, lewat sidang pleno 2 PB HMI akan ditentukan siapa yang akan menjadi tuan rumah.

Sebelumnya akan datang tim verivikasi yang dibentuk oleh PB HMI meninjau kesiapan Padang jadi tuan rumah kongres pada maret 2007 ini. Sampai saat ini Padang menjadi salah satu kandidat terkuat untuk menjadi tuan rumah disamping Palembang, Medan dan Batam.
Berbagai dukunga sudah diberikan secara tertulis oleh berbagi instansi untuk mendukung pelakasanaan kongres ini, diantaranya Gubernur Sumatera Barat, ketua DPRD Sumatera Barat, kapolda Sumatera Barat, rektor Universitas Andalas, rektor Universitas Negeri Padang, rektor IAIN Imam Bonjol Padang, ormas dan OKP lainnya di Sumatera Barat. Kita berterima kasih atas dukungan tersebut, sebagai sebuah bukti dari keinginan untuk menyukseskan kongres HMI ke 26 di Padang.

Kota Padang pernah menjadi tuan rumah kongres HMI pada tahun 1986. sejarah mencatat sebagai kongres yang dramatis, terjadi berbagai bentuk inverensi dan intimidasi pemerintah terhadapa organisasi kemahasiswaan. Sehingga HMI mengalami perpecahaan. Kondisi ini terjadi karena adanya pro dan kontar dalam pemerintahan atas pancasila. Ketika itu, pemerintahan mengeluarkan peranturan pemerintah No. 8 Tahun 1985 tantang asas tunggal. Semua ormas, OKP dan instansi lainnya dipaksa harus berasas pancasila. HMI sebagai organisasi mahasiswa terbesar ketika itu belum mengambil sikap. Menerima atau menolak. Tarik menarik kepentingan saat itu terjadi. Maka dengan berat hati, diputuskan untuk menerima asas pancasila sebagai solusi untuk menyelamatkan organisasi ini. Walaupun harus dibayar mahal dengan terjadinya perpecahaan. Tetapi, kalau tidak diambil keputusan seperti itu, mungkin HMI akan tinggal nama saja hari ini. Karena, pemerintahan Soeharto kala ini akan membubarkan organisasi manapun kalau tidak menerima asas pancasila.

Mengapa begitu besar keinginan menjadikan kota Padang sebagai tuan rumah kongres HMI tahun 2008 nanti? Dari sisi internal organisasi maka akan dapat membangkitkan semangat dan gairah ber-HMI kader-kader yang sedang berproses. Di samping itu dapat memberikan motifasi bagi mahasiswa dalam berorganisasi sehingga ada keinginan yang kuat untuk melakukan aktifitas-aktifitas organisasi. Bagi Pemprov Sumatera Barat dan Pemko Padang ada beberapa manfaat yang akan diperoleh. Kegiatan ini selalu dibuka oleh presiden dan akan ditutup oleh wakil presiden. Di samping itu akan hadir tokoh-tokoh nasional sebagai narasumber. Dengan banyaknaya tamu nasional yang akan datang maka tentu akan banyak agenda-agenda yang akan dilaksanakan oleh Pimprov Sumatera Barat. Dari sisi ekonomi akan mendatangkan banyak keuntungan bagi pengusaha dan pedagang. Ini dilihat dari jumlah peserta akan hadir sebanyak 1000 orang berasal dari utusan HMI cabang dan badko se Indonesia. Ditambah lagi dengan para anggota dan alumni HMI yang akan ikut meramaikan kongres tersebut. Dapat diperkirakan anggota yang akan hadir sekitar 3000-4000 orang. Mungkin bisa kita bayangkan berapa jumlah hotel dan penginapan yang akan dihuni, rumah makan, tempat wisata, pernak-pernik yang akan dibawa pulang sebagai cenderamata.Akhirnya, keinginan mulia ini patut didorong secara bersama-sama. Terutama oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota Padang. Hal ini terkait dengan dana yang akan dikeluarkan dalam pelaksanaan kongres ini. Walaupun bapak Gubernur dana Bapak Walikota Padang sudah menjanjikan, namun kita berharap itu jaminan terhadap biaya pelaksanaan kongres ini dapat terealisasi sebelum penentuannya diputuskan di Jakarta. Semoga.

REFLEKSI 60 TAHUN HMI

REFLEKSI 60 TAHUN HMI

Oleh Revi Marta Dasta
(Singgalang. Jumat 26 Januarai 2007)


“Hari ini adalah rapat pembentukan Organisasi mahasiswa Islam karena semua persiapan maupun perlengkapan yang diperlukan sudah beres.”
Demikanlah prakata Prof. Lafran Pane membuka rapat pendirian Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), 60 tahun silam. Hari ini rabu 14 Rabiul Awal 1366H, bertepatan 5 Februari 1947 M. rapat yang berlangsung di salah satu runga kuliah STI (Sekarang UII) Yogyakarta, disaksikan Husein Yahya (mantan Dekan Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) yang seharusnya mengajar kuliah tafsir, mengesahkan berdirinya HMI.
Organisasi ini ternyata mendapat sambutan hangat tidak hanya dari kalangan mahasiswa Islam, melaikan dari seluruh elemen bangsa. Itu terbukti dengan ucapan Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam sambutan pada peringatan 1 Tahun berdiri HMI, 5 Februari 1948. Dalam kesempatan tersebut Jenderal Soedirman mengatakan “HMI hendaknya benar-benar HMI, jangan sampai suka menyendiri” bagi Pak Dirma, HMI yang benar bukan hanya Himpunan Mahasiswa Islam melainkan Haparan masyarakat Indonesia.

Perjalalanan awal

Memasuki usia 60 tahun ini, Pengurus Besar (PB) HMI mengintruksikan kepada seluruh kader HMI yang ada di Indonesia untuk melaksanakan berbagai kegiatan seperti membuat tulisan, kegiatan sosial dan seminar tentang HMI. Agenda Dies Natalis ini merupan salah satu agenda politik pemerintah pusat kurun waktu Januari-Maret 2007 (Kompas, 11 Januari 2007).
Bagaimanapun keberadaan HMI tidak dapat dipisahkan dengan kelahiran bangsa Indonesia karena HMI lahir tepat dua tahun setelah Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanggala 17 Agustua 1945. Sudah dapat dipastikan bahwa HMI memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan cita-cita mulia menjadi masyarakat yang merdeka, adil dan makmur. Setidaknya ada lina zaman yang dilalui HMI, selama itu juga HMI melewati banyak tantangan dan rintangan seiring dengan ciri dan karakter masing zaman tersebut. Pertama, Zaman kemerdekaan (1946-1949), HMI melewati beberapa fase, yaitu konsolidasi, pengokohan dan perjuangan menghadapi pemberontak PKI. Pada fase ini segenap kader HMI terjun kegelanggang medan pertempuran melawan Belanda, membantu pemerintah, baik langsung maupun tidak langsung. HMI membentuk Cops Mahasiswa (CM) di bawah pimpinan Ahmad Tirtosudirto, ikut membantu pemerintah dengan mengarahkan anggota CM ke gunung-gunung memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Kedua, Zaman Liberal (1950-1959), lewat kongres ke V HMI di Medan 1957 menghasilkan keputusan menuntut Islam sebagai dasar Negara dan mengharamkan penganut ajara komunis. Ketiga, Zaman Orde Lama (1950-1965), HMI menghadapi tantangan pembubaran oleh PKI lewat propagandanya dengan mencari dalil dan fitnah yang tidak ada buktinya. DN. Aidit sebagai pemimpin pimpinan PKI waktu itu menyebutkan “Seharusnya tidak ada plintat-plintut terhadapa HMI. Saya menyokong penuh tuntutan pemuda, pelajar, dan mahasiswa yang menuntut pembubaran HMI, yang seharusnya sudah lama bubar bersama dengan bubarnya Masyumi.” Pidato Aidit yang menyakitkan adalah “Kalau tidak sanggup membubarkan HMI pakai kain sarung saja.” Namun perlawanan terhadap gerakaan DN. Aidit tersebut datang dari generasi muda Islam (GEMUIS) yang lahir 1964, membentuk Panitia Solidaritasd Pembeblaan HMI. Lewat apel akbarnya membawa spanduk yang berbunya “Langkahi Mayat sebelum goyang HMI”. Anti klimaks dari peristiwa itu, PKI melakukan pemberontakaan tersebut adalah PKI, maka HMI secara organisatoris mengeluarkan pernyataan mengutuk Gestapu PKI lewat surat nomor: 2125/B/Sek/1965 yang ditanda tangani oleh Sulastomo sebagai Ketua Umum dan Marie Mahmammad sebagai sekretaris Jenderal PB HMI. Akhirnya HMI masih tetap bertahan sampai sekarang, sedangkan PKI dibubarkan oleh pemerintah. Keempat, Zanam Orde Baru (1966-1998), HMI beperan sebagai pejuang Ode Baru dan pelopor kebangkitan angkatan 66 dengan membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), berpartisipasi dalam pembangunan serta atau pergolakaan dan pembaruan pemikiran Islam, puncaknya tahun 1970 takkala Cak Nur (Ketua Umum PB HMI dua periode) menyampaikan ide pembaruaan pemikir Islam dan masalah interaksi umat. Kelima, Zaman Reformasi (1998-sekarang) bila dicermati dengan seksama secara histories HMI sudah mulai melaksanakan gerakaan reformasi dengan menyamapaikan beberapa pandangan yang berbeda dan kritik terhadap pemerintahan Orde Baru, seperti yang disampaikan oleh ketua Umum PB HMI Anas Urbaningrum pada waktu peringatan Dies Natalis HMI ke-51 di Grha Insa Cita Depaok tanggal 22 Februari 1998 dengan judul Urgensi Reformasi Bagi Pembangunan Bangsa yang Beradap. Pidato ini disampaikan 3 bulan sebelum lengsernya Presiden Soeharto.

HMI Sekarang

Seiring dengan tumbangnya rezim Orde Baru muncul keberanian masyarakat kita untuk melakukan kritikan terhadap segala hal yang dianggap tabu selam ini. HMI juga telah menjadi sasaran kritik berbagai kalangan, baik internal maupun eksternal HMI. Kritikan yang paling pedas datang dari Cak Nur HMI sekarang tidak sesuai dengan lagi dengan misi awal pendiriannya, kader HMI cenderung elitis dan banyak berpolitik dari pada memikirkan persoalan umat dana bangsa. Sebagai orang yang pernah besar di HMI, kritik Cak Nur tersebut tentu tanpa alas an tetapi melewati pengamatan dan analisis yang mendalam.
Evaluasi dan kritik terhadap suatu pengalaman sejarah separti HMI patut dilakukan. Mengutip ungkapan sejarahwan Sartono Kartodirdjo “….siapa yang mengontol masa lamapu akan menguasai masa depan” artinya, kritik yang dialamatkan kepada HMI merupakan langkah dalam penyelamatan organisasi ini. Berdasarkan pengamatan penulis sebagai salah seorang kader HMI melihat ada empat persoalan mendasar yang dihadapi HMI saat ini. Pertama, Rekruetmen kader yang tidak ada lagi mementingkan kualitas, kondisi ini disebabkan oleh masih kurangnya promosi yang dilakukan HMI di kampus sebagai basisinya. HMI jarang sekali melakukan aktifitas-aktifitas yang menarik bagi mahasiswa saat ini seperti diskusi-diskusi yang selama ini menjadi ciri khas HMI. Sehingga HMI tidak lagi dikenal di kampus mahasiswa tidak memiliki minat masuk HMI. Saat ini yang menjadi kader HMI harus “merayu” dulu untuk mendapatkan anggota baru bukan lagi atas kesadaran semata. Kurangnya follow up yang dilakukan oleh Instruktur kepada peserta paska traning juga menjadi persoalan-persoalan yang tidak ada solusinya. Sehingga anggota baru yang akan dilantik bagai ayam kehilangan induk karena sering ditinggal. Padahal substansi dari sebuah pentrainingan adalah follow up yang harus maksimal dilakukan pasca latihan kader 1. Keduan, gerakan HMI dalam mengambil tema gerakaan, seakan terombang ambing dan terkesan elitis sehingga nantinya terimbas pada pragmatisme kader yang jauh dari prinsip. Ketiga, kehilangan indentitas, HMI sebagai organisasi yang berasaskan Islam kadang kala tidak lagi menunjukan identitas keislamannya yang harus dipegang teguh dalam setiap prilaku kader HMI. Mesjid sebagai basis mulai ditinggalkan. Kajian-kajian keislaman yang dilakukan HMI kurang diiringi denagan impelementasinya. Keempat, pencitraan alumni, penulis berpendapat bahwa pencitraan alumni sangat berpengaruh terhadap eksestensi HMI. Potensi alumni yang dimiliki oleh HMI merupakan model yang berarti bagi perkembangan HMI. Banyaknya alumni HMI yang menduduki posisi strategis di negeri tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu factor penunjang bagi eksistensi dan survenya HMI. Namun adanya alumni yang bermasalah juga menambah beban pencitraan HMI di masyarakat. Tetapi, yang lebih ironis ada juga segelintir aknom alumni yang mencoba memanfaatkan HMI untuk kepentingan tertentu. Lebih unik lagi ada saja yang mengaku sebagai alumni HMI, jika organisasi ini menguntungklan strategi. Tetapi, apabila tidak ada hampir semua mencerca HMI, jarang sekali memberikan solusi.

HMI Masa Datang

Memprediksi HMI yang akan datang bukanlah pekerjaan yang mudah butuh analisa dan diagnosa yang mendalam. Sejarahwan HMI Prof. DR. Agussalim sitompul (guru besar UIN Yogyakarta) sudah mulai mencoba dianosa tersebut lewat buku yang berjudul “44 indikator kemunduran HMI suatu kritik dan koreksi untuk kebangkitan kembali HMI”. Dalam buku itu dijelaskan secara gamlang tentang kemunduran-kemunduran HMI dari masa ke masa. Berdasarkan hasil diagnosa beliau memprediksi keberadaan HMI ada tiga kemungkinan. Pertama, HMI akan eksis dan akan kembali bangkit dari keterpurukan selama lebih kurang 25 tahun apabila mau melakukan perubahan-perubahan. Perubahan terdebut dilakukan oleh HMI dengan memaksimalkan agenda studibanding melakukan penelitian dan pengembangan organisasi secara intensif sesuai dengan tuntutan zaman capacity bulding (penguatan dan pengembangan sumber daya manusia hmi), voicing (melakikan interaksi yang baik dengan eksternal HMI), networking (kemampuan mencari patner HMI untuk ikut peka terhadap madalah umat). Kedua, HMI status Quo hal ini terjadi apabila HMI masih merasa dirinya sebagai organisasi mahasiswa terbesar, tertua, sebagai kesombongan histories yang kini menghinggapinya. Lebih dari pada itu HMI tidak mau mendengar kritik dari luar maupun dalam HMI. Ketiga, HMI akan hilang dari peredaran untuk tidak dikarenakan bubar apabila tidak mau memperbaiki diri. Sangat dibutuhkan kepemimpinan yang berkualitas tidak saling merasa benar yang akan membuat perpecahan di tubuh organisasi.
Menjadikan kembali HMI sebagai harapan masyarakat Indonesia adalah tugas berat dan butuh perjuangan yang berat pula. Tujuan HMI yang terdapat dalam pasal 5 AD HMI yaitu … mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT adalah cita-cita mulia yang semestinya menjiwai semangat kader HMI untuk mewujudkannya. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah strategis agar harapan tersebut tercapai secara maksimal. Pembenahan persoalan interaksi organisasi menjadi kemestian yang harus dilakukan, berkurangnya minat anggota HMI menjadi instruktur pengelola LK adalah persoalan berat. Untuk itu perlu dibuat progran untuk mrnggairahkan kader HMI menjadi seorang instruktur pengkaderan pada pada setiap training. Karena, HMI adalah organisasi kader bukan organisasi masa dan pengkaderan adalah jantung organisasi. Ketika pengkaderan tidak ada lagi, maka HMI hanya akan tinggal nama saja. Di samping itu perlu pengawalan terhadap follow up anggota baru yang dilantik dengan menaksinalkan metode kakak asuh disetiap level training. Untuk eksternal gerakan HMI difokuskan pada isu-isu yang menyentuh masyarakat bawah seperti pendamping agenda pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Begitu juga dengan mengembalikan HMI ke kampus adalah solusi untuk mempromosikan HMI ke kampus sehingga HMI back to campus tidak hanya slogan belakang. Akhirnya untuk mewujudkan harapan masyarakat Indonesia HMI harus dikembalikan kepada komunitasnya semula yaitu mahasiswa dan masyarakat.
Kerberhasilan sebuah organisasi kemahasiswaan tidak mutlak diukur dengan harus menguasai kampus menjadi ketua-ketua lembaga di kampus dan unit kegiatan mahasiswa lainnya. Tetapi, yang paling penting mengembalikan peran organisasi kemahasiswaan sebagai organisasi perjuangan yang mampu melahirkan perubahan dengan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat baik sebagai individu kader maupun organisasi. Jika itu sudah dilakukan maka HMI akan selalu menjadi harapan bangsa Indonesia. Selamat ulang tahun HMI ke 60 bahagia HMI yakin usaha sampai.