Selasa, 15 Januari 2008

Semua Kehendak Tuhan

Oleh:Revi Marta Dasta
(Ketua Badko HMI Sumatera Barat)

Musibah yang datang secara bertubi-tubi telah mengusik hati nurani anak-anak di negeri ini, untuk peduli terhadap korban bencana. Bantuan demi bantuan terus mengalir seiring dengan makin banyakn­ya korban jiwa dan harta. Mereka termotivasi atas rasa keharuan dan prihatin terhadap saudara dan karib kerabat yang mungkin kini sedang kelaparan akibat tidak ada pasokan makanan, kedinginan karena harus tidur di luar rumah, atau sedang meringis kesakitan di posko-posko bencana dan rumah sakit.

Ada sebuah kekhawatiran, bahwa bisa saja kejadian ini menimpa diri kita, musibah itu pasti akan datang juga kepada kita. Memang musibah merupakan hal yang unik. Dia datang tidak memberi tahu. Datang ketika kita sedang lagi tertidur pulas atau kita sedang santai-santai menikmati enaknya dunia ini. Bagi si korban, bencana ini menimbulkan trauma yang mendalam. Mereka tidak menyangka kenapa bencana harus menimpa. Padahal tidak ada tanda-tanda atau firasat terlebih dahulu. Orang-orang kita terdahulu selalu menghubung-hubungkan sesuatu kejadian dengan yang lainnya, biasanya dengan binatang. Misalnya, apabila cicak berbunyi didinding menandakan pembenaran dari cerita yang kita sampaikan. Atau kucing yang berdiri didepan pintu sedang membasuh mukanya, pertanda akan ada tamu yang datang. Mungkin saja, ketika bencana itu terjadi, kita tidak merasakan tanda-tanda tersebut. Namun kata sebagian orang, tidak mungkin bencana bisa di hubung-hubungkan dengan yang lain. Semua adalah kehendak Tuhan.

Ya, musibah memang sudah berulang kali datang dan tidak henti-hentinya. Pembicaraan kita tiap hari lebih banyak mengenai musi­bah ini. Media cetak dan elektronik selalu menjadikan bencana sebagai Head Line dalam pemberitaannya. Masyarakat telah menjadi­kan media sebagai sebuah kebutuhan penting disamping kebutuhan lainnya. Setiap bangun pagi, yang kita cari selalu koran atau televisi untuk melihat perkembangan musibah terbaru. Alat perhu­bungan yang ada di darat, udara dan laut sudah pernah mengalami kecelakaan. Pesawat terbang terbakar, mendatangkan banyak korban jiwa dan harta. Begitu juga kapal laut yang terbakar, kemudian kecelakaan-kecalakaan di darat seperti bus dan kereta api yang tidak henti-hentinya. Sepertinya Tuhan tidak lagi memberikan ruang gerak kepada kita untuk menghindar. Kita sudah di kepung dari berbagai arah. Pertanda apa ini? kenapa Tuhan begitu mara­hnya kepada kita, perbuatan salah seperti apa yang telah di buat oleh penghuni bumi ini. Jawabannya ada dikepala kita masing-masing.

Sumatra Barat yang terkenal dengan keelokkan alamnya, harus luluh lantak dihantam gempa. Korban telah banyak berjatuhan. Kerugian harta benda tidak dapat di hitung lagi. Air mata kesedihan tidak dapat dibendung lagi. Ada anak kehilangan orang tuanya, Suami kehilangan istrinya dan sebaliknya, kehilangan pekerjaan sampai banyak yang kehilangan harapan hidup. Gempa bumi berkuatan 6,2 SR ini sebelumnya juga telah di dahului dengan terbakarnya pula Istano Pagaruyung, peninggalan paling bersejarah orang minang. Tempat pemberiaan gelar kehormatan kepada pejabat dan tokoh negeri ini. Bebagai polemik telah muncul tentang pembangunan kembali Istano tersebut. Komentar-komentar datang silih berganti, baik yang suka maupun tidak. Menurut informasi yang saya dengar, ketika Istano itu meletus hujan tidak begitu lebat, hanya gerimis yang turun, petir pun tidak terlalu sering menyambar. Ada yang aneh memang, kenapa petir itu hanya menyambar Istano saja. Pada­hal banyak juga gedung-gedung lain yang lebih tinggi dari Istano itu.. Kalau disisi teknologi rasanya tidak mungkin terjadi, penangkal petirnya saja dari BATAN, sebuah badan yang telah dipercayai ampuh di Indonesia.

Di sini kita bisa melihat bahwa, ternyata kehebatan manusia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekuatan Tuhan. Walaupun telah dihasilkan berbagai teknologi canggih, namun belum mampu menahan kekuatan Tuhan. Maka dari itu, kita sebagai makhluk Tuhan yang lemah sangat perlu menyadari eksistensi Tuhan dalam kehidupan kita. Gempa yang terjadi kemarin hanya beberapa detik saja namun telah meluluhlantakan bumi ranah minang ini. Coba kita bayangkan bila itu terjadi dalam waktu yang lama. Mungkin saja tidak ada lagi manusia yang hidup, semua meningal karena ketakutan dan kecemasan. Semoga benca tidak terjadi lagi.

(Dipublikasikan: Harian Umum Singgalang / Sabtu,10 Maret 2007)

Tidak ada komentar: