Selasa, 15 Januari 2008

Saatnya Kaum Muda Memimpin


Oleh : Revi Marta Dasta
Ketua Umum Badko HMI Sumatera Barat


Wacana kaum muda memimpin semakin hangat untuk dibicarakan. Apalagi menjelang pelaksanaan pemilihan presiden tahun 2009 mendatang. Usul agar kaum muda bangkit untuk memimpin republik ini mengemuka di tengahnya banyaknya kekecewaan terhadap pemimpin hari ini yang didominasi oleh kaum tua. Salah satunya adalah ketidakmampuan mereka menyelesaikan persoalan kemiskinan, pengangguran dan kekerasan.

Maka untuk itu perlu ada regenerasi kepemimpinan di masa datang. Artinya harus ada kepemimpinan alternative yang mengusung kaum muda. Mungkinkah kaum tua akan berbesar hati memberikan kesempatan kepada yang muda untuk memimpin nantinya? Isu kepemimpinan alternatif ini bukanlah hal baru. Syafi’i Maarif (Mantan Ketua Umum Muhammadiyah), misalnya pernah membandingkan politisi sekarang dengan politisi era 1950–an dan menyimpulkan politisi era itu lebih baik. Menurutnya, politisi sekarang menganggap politik sebagai mata pencaharian bukan pengabdian. Bila diamati, di negara kita, watak opurtunis semacam itu memang merupakan lagu lama dari perpolitikkan kita sejak tatanan yang ada itu sendiri menghasilkan hubungan ekspoitatif pada rakyat. Elit politik kita seringkali saling berkonflik bukan menunjukkan konsep dan program mana yang lebih ampuh untuk mengatasi permasalahan kebangsaan yang ada. Tetapi berkonflik dalam hal banyak rakyat yang dikorbankan untuk kepentingan sendiri. Kekhawatiran akan kembalinya kaum tua naik panggung kekuasaan agaknya mulai nampak. Hal ini terlihat dari hasil survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga tentang calon presiden yang akan datang. Survei tersebut tetap meyakini bahwa kedepan bursa capres masih didominasi wajah-wajah lama. Begitu juga dengan manuver beberapa Partai politik yang sudah mulai menggusung kandidatnya. Misalnya saja PDIP telah menyepakati kembali Megawati untuk diusung menjadi presiden dalam Rakernas yang baru saja berlangsung.

Begitu juga Golkar, nampaknya akan kembali mengusung Jusuf Kalla. Hal ini terlihat dari dihapuskannya metode konvensi dalam penentuan Capres dari Partai Golkar. Sama halnya Partai Demokrat juga akan mengusung, Susilo Bambang Yudhoyono. Belum lagi kaum tua yang juga berkeinginan maju, sebutlah Abdurrahman Wahid, Akbar Tanjung, Wiranto, Sultan Hamengkubuwono dan lainnya. Mungkin Amien Rais yang kurang muncul kepermukaan. Namun melihat itu semua wajar apabila kekhawatiran itu muncul. Karena beberapa nama yang muncul tidak ada muncul kaum muda dalam percaturan tersebut. Kenapa kaum muda yang harus memimpin, apakah kaum tua memang tidak layak lagi. Menurut Pramoedya Ananta Toer, ada beberapa alasan. Pertama, kekuasaan yang diisi oleh golongan tua—yang sering disebut gerontokrasi—cenderung konservatif, melanggengkan kekuasaan dan pada akhirnya tak mampu melihat dan memenuhi tuntutan sejarah.

Mungkin hal ini berkaitan dengan fakta bahwa kalangan usia tua identik dengan watak yang tidak lagi progresif, tidak berani (banyak pertimbangan karena beban berat dan ketakutan dalam menanggung risiko kalau dipandang terlalu agresif) dan bahkan sok arif ketika berposisi menjaga stabilitas-bahkan stabilitas yang berdiri diatas penderitaan mayoritas rakyat. Kedua, Mengutip pernyataan Pramoedya ”Sepandai-pandainya ahli yang berada dalam kekuasaan bodoh akan ikut jadi bodoh”. Mengisyaratkan adanya sebuah anjuran bahwa kaum muda tidak boleh mendukung (apalagi memasuki lingkaran) kekuasaan yang korup, bodoh dan menindas. Sekali kaum muda melakukannya, maka ia akan larut dalam logika kekuasaan korup dan posisi serta perannya juga sama halnya dengan kaum tua yang bodoh, konservatif dan meskipun usianya relatif muda tetap saja anti perubahan, atau tidak mau terlibat dalam perubahan.

Jelas sekali bahwa kaum muda memang harus segera bangkit. Jika tidak pemimpin yang akan datang tetap saja di dominasi oleh kaum tua. Masihkah kaum muda terlena dengan kondisi hari ini. Padahal perubahan yang ditunggu-tunggu masyarakat tidak kunjung jua datang. Dalam sebuah pidato yang sangat berapi-api pada Januari 1958 Soekarno berkata, ”Kalau saya pemuda, saya akan berontak terhadap keadaan ini”. Mungkin inilah yang sedang berkecamuk dalam diri kita pemuda melihat kondisi hari ini. Untuk itu mari bersama bangkit mengambil alih kepemimpinan hari ini Namun apakah kaum muda akan mampu memberikan solusi apabila mereka diberikan amanah untuk memimpin. Lalu bagaimana agar kepemimpinan kaum muda tidak mengulangi kesalaham kaum tua.

Menurut Yudhi Haryono (2007), jawabannya dengan cara melakukan Politik di tiga level. Pertama, Politik konstitusi, Kedua Politik kepemimpinan, Ketiga Politik rakyat. Menurut Yudhi, ketiganya di mulai dengan melakukan transformasi negara. Dan inilah sebenarnya pesan utama reformasi 1998. Negara transformatif adalah negara yang dalam perspektif pembangunannya menjadi aktif dalam kebijakan ekonomi dan menguatkan sambil mempromosikan industri nasional, pembangunan teknologi dan jaminan sosial yang tidak bisa dicapai mekanisme pasar liberal. Negara tansformatif juga melakukan nasionalisasi asset produksi strategis yang diperuntukkan bagi rakyat banyak, menjauhi praktek privatisasi sambil mengelola pasar menjadi pasar sosial. Mungkin inilah salah satu kesalahan kaum tua yang menyebabkan bangsa ini ini masih terseok-seok. Aset-aset strategis yang kita miliki banyak tergadai dan cenderung dikuasai oleh asing. Mulai dari minyak bumi, hasil tambang seperti emas dan tembaga sampai pada dikuasainya jaringan telekomunikasi seperti Indosat oleh negara asing.

Maka selayaknyalah kita harus mengingatkan kaum tua agar jangan sampai menagulangi perbuatan buruknya. Bila tidak, maka kita sebagai kaum muda harus melakukan revolusi dengan cara mengambil kepemimpinan masa depan lewat nmekanisme konstitusi yang sudah diatur. Namun tentunya kaum muda perlu kembali mengukur kemampuannya. Apakah sanggup nantinya melahirkan perubahan,. Atau malah larut dengan situasi yang ada sehingga bukannya perubahan yang lahir namun kondisi negara yang makin parah. Tentunya itu tidak kita inginkan. Ayo bangkit kaum muda. (***)

Tidak ada komentar: